Dilansir dari The Conversation bahwa tahun 2012, Indonesia telah membuat rekor pembukaan lahan hutan hujan tropis. Sebuah artikel di Nature Climate Chang memaparkan bahwa Indonesia telah membabat hutan seluas lebih dari enam juta hektare sepanjang tahun 2000 hingga 2012.
Luas ini bahkan dua kali lipat dari yang dilakukan Brasilia, sebagai negara nomor satu pelaku pembabatan hutan. Negara sepak bola ini bahkan telah mengurangi kegiatan pembukaan lahan sejak 2004, dan hasilnya menunjukkan hal positif. Namun berbeda dengan Indonesia.
(Baca: Pembukaan Lahan Kelapa Sawit, Orangutan Terancam)
Kita mengetahui bahwa salah satu komoditi utama Indonesia adalah kepala sawit. Kini kita perlu khawatir dan mencegah perluasan hutan kelapa sawit. Dampaknya sudah mulai dirasakan, seperti berkurangnya hutan sebagai sumber oksigen, karbon yang terus meningkat, hingga lahan gambut kian mudah terbakar.
Meski demikian, kita patut mengapresiasi rencana Indonesia untuk mengembalikan fungsi 14 juta hektare hutan hujan tahun 2020 mendatang.
Penelitian pun mendapati bahwa perkebunan kelapa sawit telah mengganggu setengah dari populasi serangga di hutan. Seperti burung hutan dan kupu-kupu mulai sulit ditemui karena habitatnya kini digantikan dengan pohon kelapa sawit.
Berkurangnya hutan hujan membuat jumlah karbon di bumi terus meningkat. Dilaporkan bahwa Indonesia merupakan negara ketiga penyumbang karbon dioksida terbesar di dunia.
Sebagai gambaran, kebakaran hutan pada 1997 hingga 1998—kebakaran terparah menghancurkan lima juta hektar hutan dan membunuh sepertiga populasi orang utan. Diperkirakan akibat kebakaran hutan ini telah meningkatkan emisi karbon sebesar 13 hingga 40 persen.
Ekspansi lahan untuk produksi barang konsumsi telah menyumbang 80 persen deforestasi global. Sederhananya, manusia terus kehilangan hutan karena pembelian jenis pangan di supermarket.
Walau demikian, tidak ada yang dapat mengalahkan laju deforestasi untuk lahan kelapa sawit.