Seorang ibu yang berduka di Afganistan melancarkan aksi balas dendam berdarah terhadap kaum militan Taliban yang menembak mati putranya. Ibu itu menembak mati 25 militan Taliban dan melukai lima orang lainnya dalam sebuah pertempuran bersenjata selama tujuh jam.
Ibu bernama Reza Gul itu menyaksikan tanpa daya saat putranya tewas ketika sedang menjaga sebuah pos pemeriksaan desa bersama sebuah tim kecil teman-teman polisinya di Provinsi Farah yang rawan kekerasan dan tanpa penegakan hukum.
Namun diapit putri dan menantu perempuannya, Gul memimpin serangan balasan terhadap para penyerang putranya. Mereka akhirnya menewaskan 25 militan serta melukai lima orang lainnya dalam sebuah baku tembak sengit selama tujuh jam.
"Saya tidak bisa menahan diri, lalu mengangkat senjata," kata perempuan itu kepada TOLO News sebagaimana dikutip Mail Online, Rabu (26/11). "Saya pergi ke pos pemeriksaan itu dan mulai menembak."
Menantu perempuannya, Seema, menambahkan, "Pertempuran tersebut semakin intensif saat kami mencapai medan perang dengan senjata ringan dan berat. Kami telah berkomitmen untuk bertarung sampai peluru terakhir." Dia menambahkan, zona pertempuran itu bergelimang mayat anggota Taliban saat baku tembak berakhir.
Seorang juru bicara Kementerian Dalam Negeri Afganistan mengatakan kepada media itu bahwa peristiwa tersebut merupakan simbol dari sebuah pemberontakan rakyat. Taliban belum memberikan komentar terkait insiden itu.
Bersama kelompok pemberontak lainnya, Taliban telah meningkatkan serangan di seluruh negara itu sejak penarikan sebagian besar pasukan pimpinan AS dari Afganistan bulan lalu.
Serangan-serangan Taliban menyasar lembaga-lembaga pemerintah Afganistan, instalasi keamanan dan instalasi asing, terutama di ibukota negara, Kabul. Anggota masyarakat juga kerap terperangkap dalam baku tembak.
Setidaknya 50 orang terluka awal pekan ini, ketika seorang pembom bunuh diri meledakkan rompi bomnya di tengah orang banyak yang menonton turnamen bola voli di Provinsi Yahyakahil, Paktika.
Serangan itu telah mendorong Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, untuk memerintahkan adanya kajian komprehensif tentang kekuatan pertahanan negara itu. Dia juga mempertimbangkan kembali kebijakan Afganistan untuk melakukan serangan malam hari yang kontroversial, yang dilarang pendahulunya Hamid Karzai.
Serangan terbaru itu muncul saat terungkap bahwa Presiden AS Barack Obama telah menandatangani sebuah perintah 'rahasia' yang memungkinkan Pentagon untuk terus menyasar para militan Taliban, bahkan setelah penarikan militer AS dari negara itu. Keputusan Obama itu, yang dibuat dalam sebuah pertemuan di Gedung Putih dengan para penasihat keamanan nasional AS, juga memberikan kepada militer lampu hijau untuk melakukan dukungan udara bagi operasi Afganistan bila diperlukan.
Anggota parlemen Afganistan juga telah menyetujui perjanjian dengan AS dan NATO yang memungkinkan tentara Barat untuk tetap di negara itu. Misi tempur internasional di Afganistan, yang dimulai setelah invasi pimpinan AS tahun 2001 yang menggulingkan Taliban, akan berakhir tahun ini.