Jelajah Pasar Santa, Menikmati Pasar Tradisional ala Anak Muda

By , Jumat, 28 November 2014 | 19:20 WIB

Pasar Santa yang kini menjadi buah bibir anak muda Jakarta membuat saya penasaran seperti apa rasa dan suasana nongkrong di sana. Nah, ketika mendapatkan kesempatan peliputan, saya pun langsung menuju lokasi itu.

Setiba di Pasar Santa, saya heran dengan melihat sekelilingnya. Sempat tidak yakin Pasar Santa yang menjadi tempat nongkrong kaum hipster Jakarta, ternyata benar berada di dalam sebuah pasar. Tanpa berpikir panjang, saya langsung menuju ke lantai satu atau yang saat ini biasa disebut food court.

Koki di salah satu outlet makanan di Pasar Santa membuat salah satu makanan yang ditawarkan di outlet mereka. Pasar ini belakangan menjadi salah satu tempat yang ramai dikunjungi oleh warga Jakarta untuk memanjakan lidah. (Yunaidi/National Geographic Traveler Indonesia)

Saat berada di lantai satu, saya heran melihat semua kios tertutup. Saya berkeliling ke semua kios di lantai tersebut dan ternyata hanya dua kios makan yang terbuka dan sedang melayani pengunjung yang datang. Selain kios makan, ada dua kios penjahit baju, dan satu kios piringan hitam. Ada pula kios yang sedang dilakukan pengerjaan dekor, mungkin kios itu akan dibuka akhir pekan ini.

Mie Tahu Telur Bumbu Pecel dengan Es Teh Serai tengah disiapkan untuk pelanggan. Makanan itu yang paling sering dipesan oleh pengunjung di 17th Chef’s Pasar Santa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. (Nurul Kusumawardani)

Melihat hampir semua kios tertutup, saya berpikir mungkin karena saya datang terlalu awal, sekitar hampir pukul tiga sore. Bahkan saat jarum jam sudah menunjukkan pukul empat sore, kios-kios itu belum juga buka. Saya berpikir, mungkin saya datang di hari yang salah, dan ternyata memang benar.

!break!

Para pengunjung bisa menikmati aneka makanan dan minuman di Pasar Santa. Beberapa outlet juga menawarkan koleksi piringan hitam, souvenir, dan pakaian dengan mode terkini. (Yunaidi/National Geographic Traveler Indonesia)

Menurut seorang satpam yang sedang berkeliling melihat suasana lantai satu. Ternyata Pasar Santa ini mempunyai jadwal ramai sendiri, yaitu hari Rabu sampai hari Minggu. Waktu bukanya pun mulai pukul tiga sore sampai tengah malam.

Walau saya datang salah hari, saya menyempatkan berkeliling food court untuk melihat konsep dan keunikan yang ada di Pasar Santa. Di masing-masing kios, ternyata mempunyai gaya dan konsep berbeda. Melihat luar kios yang di desain dengan konsep modern dan mengikuti zaman.

Seorang penjahit pakaian bernama Rukayah bersama suaminya sudah puluhan tahun membuka usaha jahit sejak 1969 di Pasar Santa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Usaha itu diberi nama ‘Penjahit Eka’ yang diambil dari nama panggilan Rukayah. (Nurul Kusumawardani)

Fasilitas di Pasar Santa memang masih kurang, serta kebersihannya pun juga kurang. Banyak sampah yang masih menumpuk di depan kios yang tertutup. Walau sampah-sampah tersebut disimpan di dalam wadah.

Namun, melihat suasana di Pasar Santa memamg nyaman dijadikan tempat nongkrong. Tatanan kios dan konsepnya dibuat sedemikian sederhana tapi modern, dan membuat pengunjung menjadi betah.

Sampai pukul delapan malam pun, saya tidak merasa kalau ternyata saya berada di Pasar Santa sudah lima jam lamanya. Itu karena saya merasa nyaman dan tidak melihat sisi pasar yang kumuh.