Sekitar 30% dari populasi Indonesia aktif di media sosial dan percakapan yang paling panas justru terjadi di sana. Masyarakat kini lebih cenderung merujuk ke media sosial untuk mengetahui isu terkini dan perkembangan sebuah peristiwa.Kecenderungan ini otomatis mengubah cara kerja banyak profesi, tidak terkecuali wartawan dan aparat pemerintah.
Hal tersebut terungkap dalam diskusi panel BBC Indonesia dengan narasumber redaktur pelaksana Radio Elshinta FM, Haryo Ristamaji, pemimpin redaksi detik.com, Arifin Arsydhad, dan Sara Schonhart dari Wallstreet Journal.
Diskusi dibuka dengan kilas balik Radio Elshinta yang sejak berdiri di tahun 1968 yang telah mengalami banyak perubahan. "Kita sudah memprediksi bahwa radio kelak akan ditinggalkan dan orang beralih ke gadget, kita harus benar-benar mengikuti reformasi mengenai bagaimana kita mempublikasikan konten ke publik, dengan media apa itu penting," kata Haryo.
"Radio punya karakteristik yang cepat, dan seiring waktu cara penyampaian konten berubah tapi yang tidak berubah adalah konten," kata Haryo Ristamaji.
Haryo mengatakan bahwa Elshinta—yang merupakan radio mitra pertama BBC Indonesia—belajar banyak dari BBC tentang pemberitaan yang berimbang.Berbagi berita melalui aplikasi chat (chatapp) yang dilakukan BBC News dengan layanan berita di Line app juga dilakukan oleh media lain, seperti Wall Street Journal sebagaimana disampaikan oleh Sara Schonhart.
Dan perkembangan teknologi internet mengantarkan media sosial kini sebagai media penting untuk sumber berita. "Kami masuk ke media sosial karena ingin dibaca banyak orang, tapi di sisi lain sosmed memberikan perspektif dan kami setiap hari minta masukan dari pembaca lewat sosial media," kata Arifin dari detikcom.
Keuntungan lain dari konten melalui media sosial menurut Arifin adalah pembaca bisa berbagi berita dan jangkauan berita sebuah media semakin luas. BBC Indonesia sendiri telah hadir di media sosial melalui Facebook, Twitter dan Youtube.