Endang Pertiwi dan Kesadaran Dini Cinta Lingkungan

By , Selasa, 2 Desember 2014 | 17:46 WIB

Kecintaannya terhadap lingkungan terpupuk sejak usia dini. Ayahnya seorang herbalis, kerap mengajaknya jalan-jalan ke pelosok daerah, termasuk naik gunung.

Itu sudah dilakukan sejak Endang Pertiwi masih duduk di bangkus kelas III SD.

Perempuan yang tinggal di Kelurahan Bujel, Mojoroto, Kediri, Jawa Timur ini mengaku, darah cinta lingkungan menurun dari orangtuanya. Kecintaan itu telah mengalir ke urat nadinya. Dalam bincang-bincang singkat akhir pekan lalu, Endang pun telah ditunggu oleh dinas terkait guna membahas usulan rancangan peraturan daerah tentang penataan lingkungan.

Rumahnya berada di lahan seluas 1,5 hektare, dengan posisi yang agak masuk dari jalan raya. Rumah tersebut tampak asri. Pepohonan besar tumbuh rindang di hampir semua sudut. Sedikitnya terdapat 25 jenis pohon langka yang menaungi. Selain itu, ada ratusan tanaman obat.

Sebagai orang yang mengikuti jejak orangtuanya sebagai herbalis, Endang yang pernah tinggal di Bali selama 17 tahun ini ingin menularkan kecintaannya terhadap berbagai jenis tanaman yang memiliki manfaat kesehatan.

Belasan meter di samping kanan rumah Endang, ada 35 anak usia taman bermain dan taman kanak-kanak yang tengah belajar di bangunan semi-terbuka. Mereka murid Sekolah Alam Hijau Daun yang didirikan Endang.

Endang tergerak mendirikan sekolah alam didasari kenyataan bahwa kerusakan lingkungan sudah cukup parah. Kerusakan itu terus meluas dari waktu ke waktu. Kondisi ini tentu membutuhkan tindakan nyata, bukan sekadar wacana. Melalui dunia pendidikan, ia berharap, anak-anak telah memiliki bekal dan pemahaman yang kuat tentang lingkungan sehingga bisa berbuat baik di masa datang.

Di daerah sekitar tempat tinggal Endang saat itu banyak anak belum mendapat akses pendidikan yang berkualitas dengan biaya terjangkau. Anak-anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu. Orangtua mereka umumnya bekerja sebagai pembantu rumah tangga, penarik becak, dan tukang batu.

Dari kenyataan dan keprihatinan inilah, Sekolah Alam Hijau Daun menyasar anak-anak dari kalangan duafa. Belakangan, warga yang berminat menyekolahkan anaknya di sekolah alam juga berdatangan dari keluarga ekonomi menengah.

"Saya ingin, sejak dini anak-anak sudah dididik, diberi pemahaman tentang merawat lingkungan. Kalau dasarnya sudah kuat—insya Allah—ke depan nanti, perhatian mereka pada lingkungan juga akan semakin kuat."

"Saat ini siswa sekolah dasar dibekali buku tebal-tebal, berat, yang isinya hanya teori. Sedangkan di sekolah alam mereka bisa belajar langsung ke alam banyak hal. Di alam ini banyak sekali ilmu yang bermanfaat."