Sulit Jadi Pengantar Pizza di Kota Baghdad

By , Kamis, 11 Desember 2014 | 19:10 WIB

Hassan Khudier terus memacu sepeda motornya di tengah lalu lintas kota Baghdad yang kacau dan padat.

Teriakan para pengemudi mobil adalah salah satu hal yang harus diterima Hassan dan rekan-rekannya para pengantar pizza di ibu kota Irak itu.

Pada saat dia harus bergegas mengantar pizza dan roti isi kepada pelanggan yang menanti, Hassan (22) harus menghadapi banyak masalah selain padatnya lalu lintas dan caci maki pengguna jalan di kota Baghdad.

Hassan harus menghadapi pos-pos pemeriksaan yang nyaris tak terhitung di kota itu. Dia juga berisiko berada di tempat dan waktu yang salah di sebuah kota dengan ledakan bom mobil dan bom bunuh diri terjadi nyaris setiap hari.

Pekerjaan yang mudah di negara yang tak dilanda perang bisa berubah menjadi sebuah pekerjaan sulit dan berbahaya di sebuah negeri yang berada dalam suasana perang seperti Irak.

"Kami menghadapi banyak kendala dalam perjalanan kami mengantar makanan," kata Hassan.

Meski demikian, di kota berpenduduk 7 juta itu jasa pengantaran makanan sangat diperlukan.

Tidak jarang Hassan harus menggunakan gang-gang sempit untuk menghindari kemacetan yang disebabkan bom yang baru saja meledak. Tak hanya itu, di setiap pos pemeriksaan, polisi atau tentara selalu menghentikan Hassan untuk memeriksa sepeda motor dan kotak pengangkut makanan yang dibawanya.

Tak jarang polisi memerintahkan dia untuk mencari jalan lain. Sebab, sepeda motor yang kerap digunakan untuk meledakkan bom dilarang melintasi jembatan atau mendekati bangunan milik pemerintah.

Sepeda motor juga dilarang melintas jalan utama pada saat hari libur untuk menghindari pengeboman tempat-tempat ibadah. Keamanan di Baghdad diperketat sejak ISIS menguasai hampir sepertiga wilayah negeri itu.

Kisah Hassan Khudier adalah kisah khas warga Irak yang mencoba melakukan pekerjaan yang dia butuhkan untuk menghidupi keluarga di tengah berbagai aksi kekerasan.

Hassan nyaris tak pernah mengalami hari kerja yang mudah. Dia harus menggunakan taksi dari sisi kota lain tempat dia tinggal menuju ke sisi lain kota ke restoran Al-Reef tempat dia bekerja.

Setibanya di tempat kerja, Hassan langsung mengambil sepeda motor untuk memulai rutinitas hariannya. Layanan pengantaran makanan sangat populer di Baghdad karena warga takut untuk makan di restoran. Kafe, warung es krim, dan restoran merupakan salah satu target pengeboman.

Meski demikian, pelanggan rumah-rumah makan di kota berpenduduk 7 juta jiwa itu tak pernah berkurang sehingga pengantaran makanan sangat diperlukan. Akibatnya, menjadi pengantar makanan merupakan salah satu pekerjaan yang paling mudah diperoleh para pemuda Irak, yang memiliki sedikit pilihan.

Hassan Khudier, kedua orangtuanya meninggal dunia saat dia masih sangat kecil. Dia kini tinggal bersama keluarga saudari perempuannya. Dari bekerja sebagai pengantar makanan, Hassan mendapat gaji mingguan sebesar 100 dollar AS atau sekitar Rp 1,2 juta cukup untuk membantu keluarga saudarinya itu.

Meski menjadi tulang punggung keluarga, saudari perempuan Hassan, Um Noor, mengatakan, dia sangat mengkhawatirkan keselamatan saudaranya itu setiap kali Hassan berangkat bekerja. "Kami hanya bisa berdoa meminta perlindungan Tuhan," ujar Um Noor.