Lembaga-lembaga nonpemerintah pemerhati lingkungan sedang membahas metode baku menghitung populasi harimau sumatra. Hingga kini, pemerintah belum memiliki data sahih populasi satwa yang sangat terancam punah itu. Akibatnya, kebijakan pemerintah dalam konservasi menjadi tidak efektif.
Spesialis Pemantauan Harimau pada WWF Indonesia Sunarto, Kamis (11/12), di Bogor, Jawa Barat, menuturkan itu di sela Konferensi Harimau Indonesia 2014.
"Kami akan mendiskusikan cara melakukan segala sesuatunya dengan lebih terstandar, antara lain pada metode, interpretasi, dan penentuan hasil pemantauan," katanya.
Konferensi itu kerja sama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Forum HarimauKita, Wildlife Conservation Society, Disney Worldwide Conservation Fund, dan Asia Pulp and Paper Group (APP).
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian LH dan Kehutanan Bambang Dahono Adji mengatakan, pemerintah belum bisa menghitung populasi harimau sumatera secara sahih.
Data angka saat ini hanya kisaran, yakni 350 ekor. Data itu total populasi harimau sumatra yang dilaporkan sembilan unit pelaksana teknis (UPT) pengelola kawasan konservasi di Sumatra.
"Namun, laporan dari UPT kami itu belum 100 persen benar," katanya. Menurut Sunarto, beberapa lembaga nonpemerintah sudah berupaya secara sahih menghitung populasi harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) itu di sejumlah lokasi pemantauan.
Lembaga itu, antara lain, adalah WWF di lokasi-lokasi konservasi di Riau, Fauna and Flora International di Taman Nasional Kerinci Seblat (Sumatra Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatra Selatan), Zoological Society of London di Berbak Sembilang (Sumatra Selatan), PT Reki di Hutan Harapan (Jambi), serta Universitas Andalas di Sumatra Barat.
Dampak terbesarnya, kebijakan konservasi malah memicu kepunahan harimau sumatra.
Secara umum, lembaga-lembaga itu menggunakan metode perangkap kamera (camera trap) untuk memantau harimau dan mendata jumlahnya.
Namun, upaya itu belum satu koordinasi sehingga total populasi se-Sumatra belum bisa dihitung.
"Kami akan membuat perencanaan metode bersama untuk beberapa tahun ke depan, sekaligus turun lapangan bersama," katanya.
Data sahih menyeluruh sangat penting bagi pemerintah untuk membuat kebijakan konservasi secara tepat. Jika data dibiarkan tidak sesuai, dampak terkecilnya terjadi pemborosan anggaran akibat program tak efektif. Dampak terbesarnya, kebijakan konservasi malah memicu kepunahan harimau sumatra.
Ketua Forum HarimauKita Dolly Priatna berharap upaya konservasi harimau bisa terlaksana lewat kerja sama multipihak. Pemerintah tidak boleh hanya fokus pada wilayah konservasi negara dengan bergantung pada staf-staf UPT. "Sebab, 70 persen habitat harimau sumatera berada di luar kawasan konservasi, seperti cagar alam dan suaka margasatwa," ucap Dolly.