Ancaman Kerusakan Lingkungan di Kawasan Penyangga Segitiga Terumbu

By , Jumat, 12 Desember 2014 | 18:16 WIB

Di Pulau Bangka, Sulawesi Utara, perusahaan tambang PT Mikgro Metal Perdana (MMP) yang sudah dicabut izin eksplorasinya, dilaporkan masih beroperasi. Tindakan ilegal itu malah di bawah lindungan aparat penegak hukum.

Putusan Mahkamah Agung tanggal 24 September 2013 silam sudah mengabulkan gugatan warga Pulau Bangka. Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi PT MMP telah dicabut.

"Namun PT MMP masih meneruskan aktivitasnya—bahkan mantan Menteri ESDM Jero Wacik malah memberi status peningkatan IUP PT MMP menjadi Operasi Produksi," demikian mengutip dari siaran pers Change.org yang dilansir 11 Desember.

Menurut Revoldi ‘Didi’ Koleangan dari Aliansi Masyarakat Menolak Limbah Tambang (AMMALTA), ini adalah cerminan dari bobroknya fungsi pemerintahan. Pemerintah malah merampas mata pencaharian nelayan tradisional, petani, dan pariwisata di Pulau Bangka.

"Keputusan penerbitan izin tambang di Pulau Bangka telah mencederai rasa keadilan masyarakat, memicu moral hazzard di berbagai sendi kehidupan masyarakat Pulau Bangka dan sekitarnya. Potensi kerugian negara ratusan triliun rupiah," kata Didi.

"Aktivitas PT MMP yang tercatat hingga kini yaitu penambangan di kawasan hutan tanpa izin, pengrusakan dan penghilangan sumber daya air tanpa izin, reklamasi laut tanpa izin, penimbunan hutan mangrove tanpa izin, dan penimbunan terumbu karang tanpa izin. Singkatnya, Pulau Bangka sedang dirusak secara masif, tanpa izin."

!break!

Tahun lalu, vokalis Kaka 'Slank' tergerak membuat petisi di change.org/savebangkaisland untuk menolak tambang di Pulau Bangka yang indah ini.

Sekarang, melihat dampak aktivitas tambang yang merusak, Diana F Takumansang—warga Pulau Bangka yang lebih dikenal dengan Mama Dian— ikut membuat petisi. Mama Dian meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) agar jangan melegalkan aktivitas PT MMP. (Lihat di sini)

Di petisinya, Mama Dian bercerita, “Saya membuat petisi ini karena hidup kami sudah sangat terdesak. Semua warga Pulau Bangka terancam, termasuk keluarga saya. Saya tersadar betapa gentingnya masalah di pulau kami saat suami saya melaut. Ia pergi ke tempat biasa memanah ikan yang sekarang jadi tempat PT MMP menimbun pesisir pantai untuk pembangunan jetty. Betapa kagetnya suami saya dan saudaranya, saat mereka menyelam, mereka tidak melihat apa-apa lagi. Ikan dan karang tidak terlihat karena air warnanya sangat keruh dan berlumpur. Padahal tempat itu menjadi tempat hidup bermacam-macam jenis ikan, mulai dari cumi, ikan baronang, ikan kakatua, ikan bijih nangka dan lainnya.”

Mama Dian, membuat petisi yang meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan agar jangan melegalkan aktivitas tambang yang merusak.

!break!

Kehidupan warga Pulau Bangka, lanjutnya, semakin sulit apalagi masalah ketersediaan air bersih. Warga terpaksa menggunakan air laut untuk kebutuhan sehari-hari. "Pulau-pulau kecil seperti Bangka ini sangat rentan terhadap krisis air bersih. Jika sumbernya sudah diambil, selesai sudah hidup kami," tambah Dian.

Sementara warga kesulitan air, perusahaan membuang-buang banyak air. Aktivitas PT MMP yang sangat banyak menggunakan air adalah kegiatan pengeboran, pembuatan infrastruktur, seperti jalan, rumah dan gudang-gudang serta penyiraman lahan-lahan yang di gusur dan akhirnya berdebu.

Empat tahun lalu Indonesia diwakili Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mendukung Prakarsa Segitiga Terumbu (Coral Triangle Initiative/CTI) pada World Ocean Conference di Manado. Prakarsa itu mengikat 6 pemerintahan untuk mengambil tindakan cepat dalam mengatasi ancaman terhadap kehidupan laut, pantai, dan ekosistem pulau-pulau kecil dalam area segitiga terumbu. Ironisnya, kini pulau yang menjadi bagian dari kawasan CTI akan dihancurkan oleh pertambangan.