Setelah menempuh perjalanan delapan jam, penat mulai terasa. Begitu turun dari mobil, kami bergegas menuju tanjakan. Sekitar lima menit jalanan setapak itu kami lalui beramai-ramai. Sampailah kami di rumah Karsiwa, warga Kubu Perahu, Balik Bukit, Lampung Barat, Lampung.
Rumah Karsiwa yang dijadikan homestay itu berisi tiga kamar untuk dua orang. Karsiwa adalah salah seorang anggota kelompok Ekowisata Kubu Perahu. Selain rumah Karsiwa, ada tiga warga yang lain, Karyono, Lukman dan Marijan juga mengelola homestay.
“Baru setahun usaha ini kami tekuni,” ujar Lukman. Kubu Perahu merupakan kantong permukiman di dalam Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung.
Kelompok ekowisata ini dibentuk warga bersama Konsorsium Universitas Lampung dan Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (Unila-PILI) yang didukung Tropical Forest Conservation Action for Sumatra (TFCA).
“Meski kampung ini sudah berdiri 30 tahun lebih,kami tidak pernah berpikir untuk usaha seperti ini,” tutur Karyono, Ketua kelompok. “Yang ada, ya, hanya mencari batu dan memecah batu di sungai. Semua pekerjaan pakai urat dan tenaga,” imbuhnya.
Kendati unggulan wisata di kampung ini tidak banyak, tapi sudah ada 30 tamu yang mau menginap. Mahasiswa Jepang misalnya, tertarik dengan aktivitas warga terutama kaum perempuan yang memecah batu. “Mereka antusias ingin tahu kenapa wanita memilih pekerjaan itu. Bukannya memasak dan membuat kerajinan,” papar Karyono.
Memecah batu sudah menjadi tradisi kehidupan di kampung itu. Kubu Perahu kerap dikunjungi gajah sumatra dan harimau dari kawasan taman nasional. Awalnya penduduk kampung bercocok tanam. Namun sejak ada gangguan satwa liar, warga beralih memecah batu. Pekerjaan ini yang akhirnya menjadi sumber penghidupan hingga kini.
Meski kini gajah dan harimau jarang terlihat, menanam padi hanya sebagai sampingan dan tambahan penghasilan. Aktivitas memecah batu ini bisa menjadi paket wisata desa untuk pengembangan ekonomi alternatif.
Selain itu, Kubu Perahu juga ada kegiatan memancing di kolam buatan di puncak bukit yang berhadapan dengan pegunungan Bukit Barisan Selatan.
Sambil bersantai menikmati pemandangan hutan sekitar, pengelola homestay menyajikan nasi liwet, lalapan, yang dipadu dengan sambal sruit. Makanan khas ini sebenarnya dari tradisi Jawa Barat, yang dibawa warga Sunda yang bermukim di sini.
Meski baru setahun, ekowisata pelan-pelan membentuk kemandirian dan semangat untuk terus mengembangkan wisata alam. Dari kampung ini, wisatawan bisa mengamati satwa liar dengan menyusuri jalur hutan Bukit Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Hari itu, kaum muda Kubu Perahu sedang berlatih membuat kerajian bambu dan cenderamata untuk menunjang ekowisata. Dengan sumbangan sukarela, mereka mendatangakan pelatih. Kaum wanita pun mulai membuat kebun obat dan membuat suguhan yang makin variatif untuk tamu.