Jual Beli Lahan Marak di Pulau Maratua

By , Selasa, 16 Desember 2014 | 12:41 WIB

Masyarakat pulau terdepan di sekitar Pulau Maratua, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, resah dengan pembangunan lapangan terbang serta masifnya ekspansi pembelian lahan. Mereka khawatir bakal terusir dari tempat tinggal serta kehilangan pekerjaan karena pembatasan penangkapan ikan di perairan-perairan yang dikuasai pemodal.

Kegelisahan disampaikan Ahmad Yani (41), warga Desa Payung-payung, saat rombongan The Nature Conservancy, Jaringan Nelayan, dan Yayasan Penyu Berau, Sabtu (13/12), berkunjung ke Pulau Maratua.

Di desa pesisir berpasir putih berair jernih itu sedang dibangun lapangan terbang yang direncanakan punya landasan pacu sepanjang 1.200 meter.

"Dua tahun terakhir penjualan lahan-lahan warga kampung sangat masif. Tanah di sepanjang pantai di samping permukiman warga habis dibeli orang luar. Beberapa rumah di tengah permukiman pun sudah dijual,"ungkapnya. Harga per meter sekitar Rp 500.000. Orang-orang luar adalah warga luar kampung dan Berau. Mereka dari Jakarta, Balikpapan, dan luar negeri.

Kondisi itu disampaikan berulang kali kepada pemerintah setempat, tetapi tidak direspons. Warga khawatir lahan digunakan membangun resor atau vila. Pengalaman di Pulau Maratua, pembangunan resor/vila/hotel di pinggir pantai, bahkan menjorok ke laut, membuat akses nelayan dibatasi.

"Kami memancing di sekitar resor selalu diusir dan dibilang pencuri ikan," katanya.

Pembangunan bandara melenceng dari sosialisasi awal.

Ekspansi penguasaan lahan itu juga dimulai saat muncul isu pembangunan Bandara Maratua di Pulau Maratua, salah satu kawasan Taman Pesisir Kepulauan Derawan atau kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil. Di lapangan tampak pembangunan bandara dilakukan alat berat.

Staf Ahli Bupati Berau Mapasikra Mapaseleng, Minggu (14/12), mengatakan, prospek pariwisata di Derawan sangat besar. Banyak investor dan pengusaha luar Berau, seperti dari Tarakan dan Balikpapan, berminat membangun resor.

Pemkab Berau hanya bisa meminta mereka menegosiasikan dengan warga karena lahan milik warga. Meski begitu, pemkab akan meminta dokumen persyaratan, seperti amdal, dan warga harus dilibatkan secara aktif.

Menurut Yani, pembangunan bandara melenceng dari sosialisasi awal. Katanya, bandara akan dibangun jauh dari permukiman. Kenyataannya, sangat dekat dengan permukiman.

Vany Ahang, pendiri Yayasan Penyu Berau, yang turut dalam rombongan mengatakan, penguasaan lahan juga terjadi di kampung lain, seperti di Kampung Teluk Harapan (Bohe Bukut), Bone Silian, dan Teluk Alulu.

Meski penguasaan lahan itu transaksi jual beli pemilik lahan dan pembeli, pada konteks Maratua dengan kondisi minim pengetahuan, warga terlena dan tak sadar akan terusir. Dikonfirmasi soal itu, Dirjen Kelautan dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Sudirman Saad mengatakan, pemerintah wajib mengevaluasi jika penguasaan lahan mencederai keadilan masyarakat lokal.