Pelestarian Harimau Sumatra Perlu Kerja Sama Antarpihak

By , Selasa, 16 Desember 2014 | 17:00 WIB

Upaya penegakan hukum untuk melindungi harimau sumatra masih terus ditingkatkan dan melibatkan banyak pihak. Majelis Ulama Indonesia misalnya, pada 2014 merilis fatwa tentang larangan berburu satwa liar

“Di tengah rusaknya ekosistem dan habitat satwa liar, peningkatan populasi perlu diusahakan untuk menghindari kepunahan,” papar Bambang Dahono, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup saat Indonesian Tiger Conference 2014: Multisector Patnership to Recover Sumatran Tigers, di Bogor, Jawa Barat, 11 – 13 Desember 2014.

Data peningkatan populasi rutin dikumpulkan tiap tahun oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup dengan melibatkan unit pelaksana teknis di daerah. Dalam Rencana Strategis PHKA 2009-2014, target peningkatan populasi 14 speseies satwa prioritas sebesar tiga persen, termasuk harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae).

Saat ini, papar Bambang, sudah ada Rencana Strategis 2014-2019 dengan target peningkatan populasi satwa liar 10 persen. “Jumlah spesiesnya ada tambahan, menjadi 25 jenis, salah satunya orangutan sumatra (Pongo abelii),” imbuhnya, “Itu perlu kerjasama dengan berbagai pihak untuk mengoreksi data di lapangan.”

Lantas apa apa manfaat melestarikan harimau sumatra? “Manfaat utamanya,masyarakat sekitar hutan bebas dari serangan hama babi hutan dan musang saat panen,” jelas Muhammad Yunusdari Pemerhati Konservasi Harimau Sumatera.

Habitat harimau sumatra, menurut para pakar, 70 persen berada di luar kawasan konservasi. Ia lebih sering berada dalam kawasan hutan dataran rendah atau kawasan peralihan sebagai koridor di sela-sela blok-blok hutan.!break!

Hasil penelitian dari Pemerhati Konservasi Harimau Sumatera di Taman Nasional Way Kambas dengan jebakan kamera menunjukkan harimau jantan memiliki daerah jelajah yang cukup luas. Yunus mengungkapkan harimau jantan dominan, yang disebut Gogon, memiliki daerah jelajah 385 km persegi. “Sementara si Gembong: 88 km persegi; si Gibral: 264 km persegi dan si Buyung hanya 58 km persegi.”

Untungnya, konflik harimau dengan manusia di Taman Nasional Way Kambas masih jarang terjadi.

“Sejak 1995, di Way Kambas baru ada sekali konflik; harimau menerkam petani yang memakai caping bergambar monyet,” jelas Yunus.

Populasi harimau sumatra dalam kisaran 300-500 ekor. “Belum ada data terbaru yang bisa memastikan angka itu. Penelitian harimau sumatra masih harus terus dilakukan,” imbuh Febri Anggriawan Widodo dari WWF-Indonesia.

Kendalanya lumayan banyak: alat, tim kerja, dan metode masih belum bisa menjangkau wilayah-wilayah terpencil. (Lihat: Metode Baku Hitung Populasi Harimau Sumatra Disiapkan)

Lantaran itulah, peningkatan populasi harimau sumatra sudah saatnya dilihat secara bentang alam, bukan sekadar area per area.

“Karena jelajah harimau sumatera sangat luas, bisa lintas koridor,” tutur Dolly Priatna, staf dari Asian Pulp and Paper Group.

Dengan demikian, pelestarian harimau sumatra memerlukan kerja sama antarpihak—pemerintah, swasta, masyarakat dan LSM. Di konsesi perusahaan hutan misalnya, diperlukan pengelolaan areal konsesi berdasarkan prioritas yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi.