Seperti Apa Cahaya Natal dan Ramadan Bila Dilihat dari Luar Angkasa?

By , Kamis, 18 Desember 2014 | 15:50 WIB

Dengan menggunakan satelit di luar angkasa, para ilmuwan melihat bagaimana orang-orang di Amerika Serikat dan Timur Tengah merayakan Natal dan Ramadan.

Satelit Suomi NPP atau National Polar Orbiting Partnership dilengkapi sejumlah kamera infra merah guna mendeteksi pancaran cahaya di bumi saat malam hari selama 2012 hingga 2014. Dari potret-potret yang dikumpulkan, terlihat bagaimana kota-kota di bumi bertambah terang ketika perayaan religius berlangsung.

Di sebagian besar kota di Amerika Serikat, pancaran cahaya mulai bertambah terang sejak Thanksgiving sampai Natal dan Tahun Baru.

Para peneliti menemukan jumlah pancaran cahaya di tengah kota cenderung bertambah 20%-30% pada periode tersebut jika dibandingkan dengan hari biasa. Adapun di pinggiran kota dan sub-urban, pancaran cahaya meningkat 30%-50%.

"Cahaya menyala khususnya di wilayah permukiman. Warga cuti saat liburan dan mereka menyalakan lampu," kata Miguel Roman, peneliti dari Pusat Penerbangan Antariksa Goddard yang berafiliasi dengan Badan Antariksa AS (NASA).

Di AS, cahaya saat Natal kebanyakan berpusat di daerah pinggir kota. (NASA's Earth Observatory)

Ramadan

Selain saat Natal, para peneliti memusatkan perhatian pada pancaran cahaya di Timur Tengah ketika Ramadan berlangsung.

"Warga muslim berpuasa dari sebelum matahari terbit sampai matahari tenggelam. Konsekuensinya, mereka memindahkan aktivitas mereka. Mereka makan di pengujung hari, pasar buka sampai larut malam," kata Eleanor Stokes, peneliti dari Universitas Yale, AS.

Tidak seperti di AS, pancaran cahaya di Arab Saudi saat Ramadan cenderung berfokus di pusat-pusat kota-kota.

Beberapa kota di Arab Saudi, seperti Riyadh dan Jeddah, mengalami peningkatan pancaran cahaya antara 60%-100% ketika Ramadan ketimbang hari biasa.

Meski demikian, tidak semua kota di Timur Tengah mengalami peningkatan cahaya ketika Ramadan. Kota-kota di Irak, misalnya, justru mengalami penurunan.

"Hal itu amat mungkin disebabkan pembangkit listrik (di Irak) yang rentan," kata Stokes.

Puncak nyala cahaya di Timur Tengah baru terjadi saat Idul Fitri.

Para ilmuwam mengatakan deteksi cahaya memakai satelit ini bisa membantu mereka dalam memahami bagaimana acara keagamaan dan kebudayaan dapat memacu penggunaan energy.

Miguel Roman sepakat bahwa temuan mereka dapat berkontribusi pada diskusi perancangan kebijakan mengenai efisiensi energi di kota-kota.