Menindaklanjuti insiden ditemukannya 40 peluru di tubuh orangutan betina dewasa yang diselamatkan dari sebuah perkebunan kelapa sawit milik anak perusahan Makin Group baru-baru ini, sebuah organisasi yakni Palm Oil Consumer Action, mengeluarkan petisi — untuk mendorong pemerintah melakukan investigasi terhadap Makin Group secara total dan transparan, serta menegakkan hukum yang berlaku.
Para pelaku konservasi orangutan, demi menuntut adanya keadilan dan terselenggaranya penegakan hukum di Indonesia, khususnya untuk kasus ini, menyiarkan dan menyebarluaskan petisi tersebut serta kembali mengangkat kisah si orangutan malang.
Makin Group sudah memiliki sejarah panjang pembantaian orangutan liar yang terancam punah serta membahayakan kelangsungan hidup orangutan dengan menghancurkan habitat mereka.
Berdasarkan catatan Centre for Orangutan Protection, dari Maret 2003 sampai dengan Juni 2006, tim penyelamatan dari BKSDA Kalimantan Tengah dan Orangutan Reintroduction Center di Nyaru Menteng sudah melakukan penyelamatan lebih dari 200 orangutan korban dari Makin Group di Kotawaringin Timur dan Katingan, Kalteng. (Baca: Lima Orangutan Liar Ditranslokasi ke Habitat Alami)
Seperti tercantum resmi dalam UU Republik Indonesia No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, orangutan termasuk yang dilindungi. Konservasi orangutan lebih rinci juga tersusun dalam Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017 yang diluncurkan pada Konferensi Perubahan Iklim di Bali Desember 2007.
Orangutan adalah spesies payung yang berperan penting dalam regenerasi hutan dan menjadi satwa kebanggaan Indonesia.
Sudah saatnya semua pihak lebih peduli terhadap konservasi orangutan. Karena selain melindungi orangutan dari ancaman kepunahan, melestarikan habitat orangutan berarti berupaya mewujudkan kualitas hidup yang layak dan kesejahteraan bersama.