Benarkah Kematian Akibat Tsunami Itu Takdir?

By , Jumat, 26 Desember 2014 | 11:30 WIB

Ribuan masyarakat Banda Aceh memadati jalan di depan Mesjid Baiturrahim di Uleelheue sembari membawa obor untuk mengenang 10 tahun tsunami Aceh. Pawai obor ini sendiri mengambil rute Uleelheue menuju Blang Padang. (Yunaidi/National Geographic Indonesia)

Ketika pembangunan berwawasan kebencanaan belum dilakukan, masalah bencana justru dipakai untuk mewujudkan proyek yang menguntungkan segelintir kelompok.

"Beberapa dimanfaatkan malah oleh 'penumpang gelap'. Misalnya rencana reklamasi di Bali yang dihubung-hubungkan dengan pengurangan risiko tsunami. Itu bencana yang sebenarnya," tegas Widjo.

Melihat apa yang terjadi di Jepang dan negeri kita, bencana alam sebenarnya bukan menjadi penjemput kematian. Bencana hanya akan memakan korban bila manusianya tidak punya senjata untuk lolos dari ancamannya.

"Bencana yang sesungguhnya bukan gempa, tsunami, longsor, banjir, tetapi manusia yang tidak mau belajar dari lingkungan, potensi-potensinya, dan ancamannya," kata Widjo.

Akal budi membantu manusia untuk lolos dari bencana. Manusia bisa menciptakan teknologi, mengamati alam dan potensi bencananya, berinvestasi pada kebencanaan, serta terus belajar. Ancaman kematian yang sebenarnya adalah kebebalan kita.