Dugaan KNKT Tentang Ketiadaan Sinyal Darurat QZ8501

By , Senin, 29 Desember 2014 | 16:07 WIB

Kepala Komite Nasional Keselamatan Transportasi Tatang Kurniadi berbicara mengenai ketiadaan sinyal darurat dari AirAsia QZ8501. Hingga kini, KNKT masih belum bisa menyimpulkan penyebabnya.

Tatang menyebutkan, ada dua pemancar sinyal yang dimiliki pesawat terbang sipil, yakni emergency locator transmitter (ELT) dan underwater locator beacon (ULB).

ELT dipasang untuk memberikan sinyal mana kala pesawat jatuh di darat, sedangkan ULB untuk sinyal darurat saat pesawat jatuh di area air. "Namun, kedua sinyal itu tak ditangkap Basarnas hingga kini," kata Tatang dalam jumpa pers di Tangerang, Senin (29/12).

Tatang menyebutkan, ada beberapa penyebab sinyal darurat dari kedua alat itu tak menyala. "Secara teknis, di dalam locator transmitter ada antena yang pancarkan sinyal. Kalau antena putus, maka itu tidak bisa," kata Tatang.

Hal lainnya yang membuat sinyal tak terdeteksi adalah apabila pesawat jatuh di balik gunung. Keberadaan pesawat, kata Tatang, hanya bisa dipantau melalui satelit.

"Bisa juga ELT yang rusak. Kalau di penerbangan bisa bawa 1-2 ELT untuk cadangan. Sama juga dengan ULB," ucapnya.

KNKT mempertanyakan tak adanya sinyal darurat dari pesawat AirAsia yang tiba-tiba dinyatakan hilang kontak pada Minggu (28/12) pukul 07.55 tersebut. Hal ini akan menjadi investigasi KNKT saat Basarnas sudah menemukan puing atau bangkai pesawat yang bisa membantu proses penyelidikan.

Meski tak memiliki data dari sinyal darurat ini, KNKT mengaku sudah memegang sejumlah data, seperti data koordinat, data meteorologi, data penerbangan, data kronologi hilangnya pesawat dari pihak air traffic control Bandara Soekarno-Hatta yang kali terakhir berhubungan.

Dari data koordinat yang ada, KNKT menduga bahwa pesawat berada di perairan. "Akan tetapi, kami tidak bisa langsung menjawabnya karena dalam investigasi butuh data 2-3 data sebagai pembanding," kata Tatang.

Lantaran tak mendapatkan sinyal ELT ataupun ULB, Basarnas pun memfokuskan pencarian dengan memakai alat sistem sonar milik Basarnas dan Badan Penerapan dan Pengembangan Teknologi (BPPT).

Alat sistem sonar ini akan bisa mendeteksi segala jenis metal yang ada di perairan. Namun, alat ini tak bisa memastikan bentuk metal tersebut.