Media Massa Diminta Selektif dalam Tayangkan Gambar Terkait Tragedi

By , Kamis, 1 Januari 2015 | 13:10 WIB

Sejumlah media massa terus memberitakan peristiwa hilangnya pesawat AirAsia QZ8501 yang kini telah ditemukan di Selat Karimata. Publik, termasuk keluarga korban, pun terus menanti kabar terbaru melalui media massa. Para keluarga korban, misalnya, mereka yang dikumpulkan di Posko Crisis Centre Bandara Juanda, Surabaya, Jawa Timur, dapat menyaksikan kabar terbaru melalui layar televisi (TV). 

Untuk itu, media massa pun perlu berhati-hati dalam menayangkan gambar. Dokter spesialis kedokteran jiwa, Andri, menilai media massa turut memengaruhi kondisi psikis para keluarga korban. Sebab, para keluarga korban kini menjadi lebih sensitif terhadap hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa itu. 

"Misalnya, waktu itu ada gambar mayat terapung. Keluarga korban yang melihat pasti shock kan. Harusnya seperti itu tidak dilakukan atau tidak usah ditayangkan secara nyata. Cukup beritanya saja. Berita saja bikin orang shock, apalagi gambar diulang-ulang," kata Andri saat dihubungi, Rabu (31/12). 

Isi kicauan Daniel Ziv, pakar jurnalistik, yang mengecam penayangan jasad korban pesawat AirAsia QZ8501 oleh beberapa televisi swasta nasional. (Twitter)

Andri pun tak menampik jika tayangan demikian bisa menambah rasa cemas hingga stres pada keluarga korban. Tak heran jika setelah tayangan penemuan jenazah itu beberapa keluarga korban menjadi histeris dan ada yang jatuh pingsan. Bahkan, tak sedikit publik yang tak kuat melihat tayangan seperti itu. 

"Melihat tayangan itu bisa sekali menambah rasa cemas, stres. Itu makanya kenapa diprotes," lanjut Andri. 

Menurut Andri, televisi tak perlu menayangkan bagian yang menyayat hati secara berulang-ulang. Menurut dia, awak media maupun orang sekitar juga harus memahami kondisi psikis para keluarga korban, misalnya, tak perlu menanyakan bagaimana perasaan keluarga korban yang ditinggalkan karena sudah pasti yang dirasakan adalah kesedihan. 

"Berikanlah waktu untuk orang-orang ini, jangan langsung ditanya-tanya dulu. Berikan privasi. Orang yang ditanya belum tentu bisa jawab. Orang mereka masih kebingungan, cemas. Itu salah satu gejala reaksi stres akut. Kita harus berempati. Jangan sampai nanya sembarangan," imbuh Andri. 

Andri menjelaskan, para keluarga korban saat ini sedang mengalami reaksi berkabung. Mereka menjadi lebih cemas dan tidak mampu mengendalikan emosi. Hal ini bisa membuat seseorang menjadi depresi. Untuk itu, dukungan moral dari sejumlah pihak sangat penting. 

Untuk diketahui, puing pesawat yang hilang kontak sejak Minggu (28/12) itu telah ditemukan di Selat Karimata pada Selasa (30/12). Tim SAR gabungan juga menemukan tujuh jenazah di perairan tersebut.

Selama proses evakuasi tersebut, sejumlah keluarga penumpang pesawat AirAsia QZ8501 berada di Posko Crisis Centre Bandara Juanda, Surabaya, Jawa Timur. Puluhan psikiater juga telah melakukan pendampingan kepada mereka.