Jadikan Sampah Tambang Uang, Bukan Beban

By , Senin, 5 Januari 2015 | 19:30 WIB

Sumber pemasukan

Ekonom Universitas Indonesia, Aris Yunanto, Selasa (30/12), mengatakan, berbagai masalah terkait sampah di Jakarta susah diurai karena sampah selama ini dianggap sebagai beban.

”Selalu melihat sampah sebagai cost. Padahal, semua limbah itu adalah revenue. Biaya yang dikeluarkan pemerintah adalah modal usaha untuk mendapatkan keuntungan berlipat dari pengolahan sampah secara tepat,” kata Aris yang kini juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Energy Management Indonesia (Persero) di bawah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Menurut Aris, dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat ini, sampah jenis apa pun, kecuali limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun), bisa diolah dan dimanfaatkan.

Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Lontar di Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta Selatan. (Abba Gabrillin/Kompas.com)

Di Jakarta, kini rata-rata per hari dihasilkan 6.000-7.000 ton sampah. Jika diolah dengan benar, setiap 3.500 ton sampah bisa menghasilkan listrik yang cukup untuk memasok kebutuhan satu usaha kelas menengah atau kecil.

Listrik dari sampah, seperti di Seoul, Korea Selatan, bahkan dialirkan secara gratis ke rumah-rumah warga yang berada di sekitar lokasi pengolahan limbah.

Agar maksimal dalam mengangkat derajat sampah, Aris mengingatkan perlunya dibentuk badan usaha milik daerah (BUMD) khusus menangani limbah kota. ”Pemerintah pun bisa mendorong profesionalitas pengelolaan sampah dengan membentuk BUMD tersendiri,” katanya.

BUMD ini, lanjut Aris, bertugas mengelola sampah mulai dari pengumpulan hingga pengolahan. Hasilnya mulai dari pupuk organik, konsentrat pupuk, bahan daur ulang, hingga berbagai produk jadi.!break!

Ia menambahkan, tak perlu khawatir soal distribusi penjualan hasil pengolahan sampah. Dengan rantai BUMN, BUMD, dan perusahaan swasta, berbagai produk pupuk bisa dipasok untuk industri perkebunan atau pertanian. Pupuk olahan sampah bisa turut membantu rekonservasi daerah bekas pertambangan yang kini memicu masalah, seperti di Kalimantan.

Dalam skala kecil, di lingkup kampung, kelurahan, atau kecamatan, pemerintah bisa membuat terobosan dengan membangun unit pengolahan sampah dengan kapasitas sekitar 100 ton.

Replika rumah dengan tong sampah digital karya siswa Madrasah Aliyah Al-Falah Jakarta Barat. Mengusung tema menjaga lingkungan dan sadar akan kebersihan, siswa ini membangun replika teknologi yang bermanfaat untuk lingkungan. (Yunaidi/National Geographic)

Warga diajak dan diberi insentif langsung, bisa berupa sejumlah uang tunai pengganti setoran sampah, sehingga terpacu untuk memilah dan mengolah sampah. Cara ini juga efektif untuk menghindari penggunaan incinerator yang Aris yakini lebih banyak efek negatifnya, seperti polusi tinggi.

Dengan sederet aturan yang ada soal pengelolaan sampah dan uang yang dimiliki Jakarta, Aris yakin gagasannya amat mungkin dilakukan. Yang penting, segala upaya dilakukan terus secara konsisten sesuai perencanaan.

Di sisi lain, kampanye terus-menerus soal penggunaan produk daur ulang juga diperlukan agar muncul kesadaran warga.