Sebagian pesisir utara Bintan, Kepulauan Riau, tercemar minyak. Belum diketahui dari mana asal minyak tersebut.
Namun, yang pasti, warga selalu menghadapi masalah yang sama setiap November hingga Maret.
Salah seorang warga pesisir utara Bintan, Harjo (39), menuturkan, Pantai Sakera tercemar minyak berwarna hitam yang menutupi pasir dan menggenang di perairan. "Sejak Minggu sudah begini," ujarnya, Senin (5/1), di Bintan.
Warga lain, Rulan, mengatakan mendengar ada tabrakan kapal di dekat Batu Puteh. Karang yang menjadi rebutan Malaysia dan Singapura itu terletak di bagian timur Selat Singapura dan berada di utara Bintan. "Kami dengar Jumat kemarin ada kapal tabrakan, minyaknya tumpah," ujarnya.
Akhir pekan lalu, otoritas pelabuhan Singapura mengumumkan tabrakan antara Kapal Motor Tanker Alyarmouk dan Kapal Motor Sinar Kapuas. Akibat insiden itu, tangki Alyarmouk robek dan mengeluarkan lebih dari 4.500 metrik ton minyak ke laut.
Kecelakaan itu terjadi dekat Batu Puteh (Pedra Branca). Namun, warga tidak tahu apakah minyak dari kapal itu yang mencemari Pantai Sakera atau bukan.
Pencemaran pesisir utara Bintan selalu dikeluhkan warga setiap tahun. Nelayan termasuk yang paling menderita karena pencemaran itu. "Ikan lari gara-gara laut tercemar minyak," ujar Hamdan, nelayan.
Nelayan Bintan menangkap ikan dengan berbagai cara, di antaranya dengan menempatkan pondok terapung (bagan) yang dipasangi jaring di bawahnya. Pencemaran minyak membuat bagan tidak bisa dipakai. Kerap kali nelayan menunda pembersihan bagan karena laut tercemar. "Selama laut belum bersih, ikan tidak ada," ujarnya.
Tidak hanya di Bintan, setiap musim angin utara, tepatnya memasuki bulan September hingga bulan Maret, sampah-sampah kapal dan minyak hitam bertebaran di pulau-pulau di Kepri. Pemerintah pusat dinilai belum bisa mengawasi pencemaran laut yang merugikan masyarakat nelayan di Kepri.