Kongres Pemuda, Saat Bahasa Indonesia Menjadi Alat Perjuangan

By Galih Pranata, Senin, 1 November 2021 | 16:00 WIB
Para peserta yang tergabung dalam Kongres Pemuda II. (Wikipedia)

"Berkat ikrar itu pula, bahasa Indonesia berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah," tambahnya.

Sebelum berikrar, para pemuda Indonesia dari berbagai daerah melakukan Kongres Pemuda ke-II di Jakarta, pada tanggal 27—28 Oktober 1928. 

"Para pemuda itu, antara lain, berasal dari Jong Java, Jong Soematra (Pemoeda Soematra), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten, Jong Batakbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi, dan Perhimpoenan Peladjar Indonesia," imbuhnya. 

"Para pemuda itu secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia," tulis Sugono. Dendy Sugono menuliskan dalam bukunya berjudul Buku Praktis Bahasa Indonesia: Jilid 2, diterbitkan pada tahun 2008.

Dengan kata lain, para pemuda yang mengikrarkan Sumpah Pemuda itu, telah mengubah pola pikir kedaerahan (dengan penggunaan bahasa daerah) menuju pola pikir nasional (menggunakan bahasa Indonesia).

Peristiwa Sumpah Pemuda itu menjadi dasar atas penyelenggaraan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo, tepatnya pada tanggal 25-27 Juni 1938. Melalui kongres tersebut, sejumlah cendekiawan Indonesia terlibat di dalamnya.

"Nama-nama seperti Mr. Amir Sjarifoeddin, St. Takdir Alisjahbana, Mr.Muh. Yamin, K. St. Pamoentjak, Ki Hadjar Dewantara, Adi Negoro, Soekardjo Wirjopranoto, R.M. Ng. dr. Poerbotjaroko, dan Sanoesi Pane menyampaikan gagasan-gagasan yang brilian tentang bahasa Indonesia," tambahnya.

Salah satu gagasannya ialah supaya diangkat suatu komisi untuk memeriksa persoalan dalam mendirikan Institut Bahasa Indonesia. Nama institut tersebut berganti nama hingga akhirnya menjadi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, sejak tahun 2010 sampai sekarang.

Ikrar Sumpah Pemuda menyatakan "menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia" merupakan pengakuan terhadap banyak bahasa di Indonesia yang terdapat sekitar 746 bahasa daerah.

"Memang benar, ikrar tersebut menempatkan keutamaan bahasa Indonesia di atas bahasa-bahasa lain dalam konteks kenasionalan," tulis Marsudi. Ia menulis dalam Jurnal Sosial Humaniora, berjudul Eksistensi Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Persatuan, publikasi tahun 2008.

"Kesamaan bahasa menjadi semangat dalam menegakkan persatuan hingga perjuangan melawan Belanda. Setidaknya bangsa Indonesia telah memiliki tujuan untuk merdeka dengan gaung persatuan dalam bahasa," tulisnya.

"Hidup dalam perbedaan bukanlah sebagai halangan untuk berkreasi bersama. Justru dengan keberagaman inilah, bangsa Indonesia bisa belajar untuk saling menghargai dan saling menghormati, utamanya melalui satu bahasa persatuan, bahasa Indonesia," imbuhnya.

"Melalui bahasa Indonesia, memudahkan kita dalam pergaulan. Bahasa Indonesia sebagai alat perjuangan, membuat pemuda kala itu, merasa satu saudara dengan pemuda lainnya yang berasal dari daerah lain," lanjutnya.

"Selain itu, ketika bahasa daerah terkadang menjadi kendala dalam komunikasi, bahasa Indonesia inilah yang dapat menjadi pemersatu komunikasi masyarakat tanah air," pungkas Marsudi.