Batu yang Membuat Serdadu Belanda Lari Pontang-Panting

By , Minggu, 11 Januari 2015 | 12:30 WIB

Wisata di Kepulauan Nias memang sejak dahulu telah dikenal sebagai salah pusat pariwisata di Sumatera Utara. Banyak sekali tempat dan obyek wisata yang ada di Kepulauan Nias, khususnya di Kabupaten Nias Barat yang setiap tahun semakin berkembang.

Salah satunya adalah Obyek Wisata Patung Batu Megalith. Salah satu Patung Batu Megalith yang disebut Patung Tekhemböwö yang berbentuk manusia ini berada di Desa Hiligoe Sisarahili I, Kecamatan Mandrehe yang dapat ditempuh kurang lebih 3 kilometer dari ibu kota kabupaten dan dapat dijangkau dengan kendaraan roda dua maupun roda empat.

Patung batu ini merupakan peninggalan nenek moyang Warga Moro’ö yang dijuluki sebagai "Silima Ina". Menurut cerita warga setempat bahwa Silima Ina inilah yang menurunkan Marga Gulö, Hia, Zebua, Waruwu, dan Zai dan berkembang hingga sekarang sampai tersebar ke seluruh Kepulauan Nias hingga ke mancanegara.

Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Nias Barat, Yamonaha Waruwu, mengatakan bahwa kelima marga tersebut lambat laun berpisah dan mendirikan kampung masing-masing. Tekhemböwö sendiri padanan kata "tekhe" yang berarti hasil musyawarah dan "bowo" berarti jujuran atau mas kawin. "Sehingga jika diartikan sebagai Jujuran Adat yang telah dimusyawarahkan secara bersama-sama,” kata Waruwu.

Menurut cerita dahulu saat penjajahan Belanda di Indonesia, suatu ketika serdadu Belanda melewati perkampungan tempat patung tersebut berada. Para serdadu tersebut selalu mendengar suara banyak orang berteriak. Tapi, ketika para serdadu Belanda melihat sekitar mereka, tidak ada satu pun warga yang terlihat. Alhasil, mereka pun lari pontang-panting.

"Terkait dalam hal pelestarian, pembinaan dan penelitian benda cagar budaya maka kita dari Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Nias Barat akan terus menjaga dan melestarian patung megalith itu," kata Waruwu.