Siswa Pakistan Cemas Kembali ke Sekolah

By , Selasa, 13 Januari 2015 | 11:42 WIB

Para siswa yang kembali masuk sekolah di seluruh penjuru Pakistan, Senin (12/1), merasa cemas ketika harus memulai tahun ajaran baru setelah penyerangan brutal yang menewaskan 134 siswa di sekolah yang dikelola militer di Peshawar.

(Baca kasus serangan pada 16 Desember 2014 itu di sini)

Sebagian besar sekolah di negara yang berpenduduk 180 juta orang tersebut libur hingga Senin kemarin setelah liburanmusim dingin yang diperpanjang.

Serangan yang dilakukan oleh milisi di Paksitan merupakan hal biasa. Namun, penyerangan berdarah terhadap siswa sekolah membuat Pakistan berduka secara nasional, mendorong munculnya kritik kepada pemerintah yang dinilai tak cukup bertindak untuk menumpas kelompok milisi.

Di Kota Peshawar, para siswa yang selamat dari serangan Taliban kembali ke sekolah di tengah pengamanan ketat. Beberapa siswa masuk sekolah dengan dibalut perban.

Emosional

Dalam kondisi emosional dan situasi yang kurang nyaman, sejumlah orangtua menangis saat bertemu dengan pemimpin militer Pakistan, Jenderal Raheel Sharif, yang mengunjungi Peshawar dan bertemu dengan orangtua dalam pertemuan khusus.

"Pemimpin militer itu tak berpidato, tetapi bertemu secara pribadi dengan para orangtua dan memastikan bahwa militer akan menumpas teroris dari negeri ini," kata seorang pejabat militer Pakistan kepada Reuters.

Pejabat lainnya menyatakan bahwa tembok setinggi 8 kaki (2,4 meter) sedang dibangun di sekeliling sekolah-sekolah rakyat di Peshawar. Pembangunan tembok ini merupakan bagian dari pengetatan keamanan. Ratusan warga secara sukarela juga ikut melindungi sekolah-sekolah tersebut.

Namun, beberapa orangtua, khususnya yang kehilangan anak, justru tidak menghadiri pertemuan dengan pemimpin militer tersebut.

Mereka mengatakan terlalu terluka untuk kembali ke sekolah anak-anak mereka.

Para murid dan guru untuk pertama kalinya kembali masuk sekolah di Kota Peshawar, Pakistan, tempat lebih 150 orang dibunuh bulan lalu. (Foto via BBC Indonesia)

"Saya diundang untuk mengikuti pertemuan. Namun saya tak berani datang ke sekolah tempat anak laki-laki saya tewas," ujar seorang ayah.