Tantangan Jalur Penuh Tanaman Gatal Jelatang demi Kawah Terhebat

By , Rabu, 14 Januari 2015 | 18:15 WIB

Pukul tiga dini hari. Sebenarnya masih ingin terlelap, tapi saya dan kawan-kawan segera bangun dan berangkat menuju Pos 3. Titik tersulit dan terseru dari pendakian Gunung Tambora (2.850 m).

Tantangan yang harus dihadapi bukan hanya hitam pekatnya langit, suhu ekstrem dini hari, atau jalur dengan tingkat kesulitan tinggi, melainkan juga jelatang – tanaman gatal, juga dikenal dengan sebutan poison ivy, yang menghadang sepanjang jalur menuju puncak hingga jalur batas vegetasi.

Berbeda dengan gunung-gunung pada umumnya, Gunung Tambora tidak terkenal karena ketinggiannya. Meski demikian, gunung yang pernah meletus pada tahun 1815 ini dikenal sebagai the greatest crater in Indonesia. Tak perlu ditanyakan lagi bagaimana pemandangan dari atas kawah berdiameter 7 km, keliling 16 km serta kedalaman hingga 800 m ini.

Masyarakat setempat mengatakan Tambora berasal dari dua kata; “Ta” berarti orang, dan “Mbora” berarti hilang.kedua kata dari bahasa bima ini menunjukkan banuak korban jiwa dan banyak desa di kaki gunung tersapu debu, batu, dan lava panas. Guiness Book of Record mencatat ledakan Gunung Tambora sebagai Greatest Eruption in History, menyebabkan penduduk dunia pasca ledakan, pada tahun 1816, mengalami tahun tanpa musim panas.

Secara geografis, gunung ini merupakan salah satu tanda batas antara Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu. Untuk mencapai kawah Tambora terdapat ada tiga Jalur Utama yang dapat dilalui; Jalur Pesanggrahan, Doro Peti, dan Desa Pancasila. Namun pada umumnya para pendaki melewati Desa Pancasila. Pendakian bisa ditempuh dalam waktu dua hari satu malam, atau empat hari tiga malam.

Jalur pendakian dan pos pertama didominasi perkebunan penduduk. Sekitar sepertiga jalur pendakian berikutnya masuk dalam kawasan hutan. Pada pos pertama terdapat penampungan air yang dialirkan dari sungai yang berada di pos dua.

Pos dua Gunung Tambora menempati sebuah gubuk beratapkan seng yang berdiri di tepi sungai kecil. Suasana tenang di dekat sumber air membuat lokasi pos ini cocok untuk bermalam, bagi yang memiliki waktu pendakian cukup panjang dapat bermalam di sini.

Pos tiga pun memiliki rumah pondok untuk berteduh. Berbeda dengan pos dua yang berada di dekat sumber air, untuk mengambil air di pos tiga, para pendaki perlu berjalan 200 m untuk mencapai titik sumber air. Di pos tiga ini juga berkeliaran banyak ayam hutan.

Setelah melewati pos tiga, batas vegetasi sudah terlihat. Para pendaki biasa menyebut tempat itu sebagai ‘cemara terakhir’ tempat pohon terakhir tumbuh sebelum jalur berbatu menuju puncak. Setelahnya, jalur pendakian didominasi bebatuan dan rumput. Jika tiba pada waktu yang tepat, pendaki disuguhi pemandangan bayangan Gunung Tambora menutupi Pulau Sumbawa.