Lestarikan Seni Nusantara Hingga Versailles, Perancis

By , Minggu, 18 Januari 2015 | 16:30 WIB

Dalam sebuah pertunjukan, derap langkah menghentak, suara "byuk sirrr" serentak bergema. Energi kuat merasuk jiwa, suara vokal cak-cak-cak ritmis berdaya magis. Ekspresi wajah sumringah, jari lentik bergetar terembus angin dengan desahan panjang, "ssssssssss..."

Tiba-tiba Putu Anggawati, seorang penari kecak berumur 60 tahun berteriak' "Tiiiiii...!" artinya berhenti.

Penonton terdiam, serius menyaksikan babak demi babak penampilan Kecak Ramayana yang diperankan oleh ibu-ibu Indonesia dengan gigih dan bersemangat dalam acara Spectacle de danse Indonesie di Versailles, 30 km dari Paris, Minggu (11/1).

Hanya satu kata, hebat! Siapa menyangka 35 orang ibu-ibu Indonesia yang sudah menetap hampir 30 tahun di Perancis sanggup mempertunjukan kecak Bali berlakon Ramayana, yang biasanya ditarikan oleh kaum laki-laki. Ibu-ibu ini berasal dari Jawa, Bali, Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara, Kalimantan dan lain-lain. Mereka menyatu kuat dalam kebhinekaan nusantara.

!break!

Mereka berhasil karena semangat berlatih, niat dan kemauan yang sungguh-sungguh. Tidak itu saja, mereka ingin membuktikan bahwa keberadaan mereka selama puluhan tahun di negeri orang, harus tetap setia mencintai budaya nusantara yang dikagumi dunia. "Budaya kita sarat akan nilai-nilai toleransi dan kebersamaan, nilai ini kita petik dan tumbuhkan kembali. Kita pengaruhi warga Eropa dengan toleransi budaya yang kita miliki.

Maka dari itu, tidak ada kata terlambat untuk mempelajari budaya kita, kapan saja dan di mana saja," ujar Putu Anggawati, pimpinan grup kecak Sekar Jagat Indonesia (SJI) tersebut. Di samping pertunjukan kecak, SJI juga menampilkan beraneka ragam tarian nusantara di antaranya Tari Tor-Tor Batak, Yapong Jakarta, Bajidor Kahot Jawa Barat, Prosesi Banten Sokasi, Sekar Jagat, Rejang, Belibis, Janger dan Ciaaattt Suling Bali.

Penampilan berturut-turut selama 1,5 jam tersebut mendapat sambutan hangat dari publik Perancis yang berjumlah seratus orang. Kegiatan bertema solidaritas ini merupakan pertunjukan amal yang diselenggarakan oleh organisasi sosial Solidarites Nouvelles pour Logement (SNL) Perancis. Organisasi ini membantu menyediakan rumah sosial kepada warga kurang mampu berupa apartemen atau rumah layak huni dengan harga terjangkau.

!break!

Warga kurang mampu tesebut kebanyakan adalah penduduk asing yang berimigrasi ke Perancis. Menurut pihak penyelenggara Madame Helene, bahwa SNL telah melayani 7.300 warga tak mampu dengan jumlah 1.000 tempat tinggal yang tersebar di daerah l’lle de France. Atas undangan Solidarites Nouveles pour Logement inilah SJI berinisitif membantu secara iklas kegiatan ini dengan menampilkan seni budaya Indonesia, di mana hasil amal diberikan kepada organisasi sosial tersebut.

SJI yang beranggotakan sebanyak 55 orang didirikan pada bulan Juni 2011 dengan status diakui pemerintah Perancis sebagai organisasi nirlaba atau non profit. Berbekal semangat dan ingin mempererat hubungan antar sesama orang Indonesia, menebarkan budaya nusantara serta mecintai budaya tanah air adalah misi utama organsasi ini.

Gayung bersambut dari Perwakilan Indonesia di Paris, KBRI Paris memberi mendukung kegiatan SJI ini dengan memberikan fasilitas ruangan untuk melakukan latihan secara reguler beberapa kali sebulan. KBRI Paris juga memberikan kesempatan kepada SJI untuk mempromosikan budaya Indonesia di beberapa tempat di Perancis seperti di pusat kota Paris, Bretagne (wilayah Barat Perancis), Université du Havre - Le Havre, Montigny dan lain-lain. Sedangkan di luar Perancis, SJI juga melebarkan sayapnya ke negara tetangga yaitu Belgia, dengan menampilkan kecak di Taman Pairi Daiza Brugelette Belgia pada tahun 2014 lalu.

!break!

Ibu Sederhana

Keaktifan SJI ini tidak terlepas dari keberadaan Putu Anggawati yang dengan gigih mempertahankan budaya Indonesia di luar negeri. Putu, sosok ibu yang sederhana, sabar, ulet dan mantan pemandu wisata Pacto's Tour & Travel di Bali.

Putu telah menetap sejak tahun 1981 di Perancis serta menjadi wanita Bali pertama yang menjelajahi Perancis selama bertahun-tahun. Putu lahir di Banjar Delod Peken, Tabanan, Bali pada tahun 1954. Sekarang ini  tinggal  bersama suami tersayang Thierry Sautelet, warga Perancis dan dikaruniai dua putra yaitu Christian dan Andrien yang sudah beranjak dewasa.Putu mendirikan SJI dengan susah payah yang pada awalnya beranggotakan beberapa orang saja. Selanjutnya dengan motivasi serta materi seni yang bervariasi, Putu berhasil menarik dan menyatukan warga Indonesia untuk ikut belajar dan mempertunjukan kesenian nusantara. Jumlah awal anggota hanya 11 orang kini bertambah besar menjadi 55 orang pada tahun ini.Mencintai Budaya SendiriBanyak di antara kita sudah melupakan kecintaan akan budaya sendiri. Terlebih lagi, mudahnya budaya asing diminati kalangan muda di Indonesia. Kita pun tidak berdaya dibuatnya. Sah-sah saja, budaya asing diapresiasi karena ada di antaranya memberikan warna baru dalam akulturasi budaya kita. Sebaliknya, warga asing berlomba-lomba mempelajari dengan serius sehingga mereka tidak saja mampu mempertunjukan tetapi mengambil inti sari nilai-nilai budaya kita. Mereka perdebatkan, didiskusikan, dipahami sehingga mereka juga mencintai Indonesia.

Tinggal di luar negeri sambil mempertunjukan budaya nusantara berbeda jika kita  tinggal di negeri sendiri. Kerinduan akan kampung halaman sangat besar.  Keberanian menampilkan diri di atas panggung mengangkat rasa percaya diri. Tumbuhlah rasa persaudaraan di antara sesama warga Indonesia karena sering bertemu. Ini membawa signal positif terhadap kehidupan kita di negeri orang.Dengan kata lain, marilah kita sayangi budaya kita sendiri, kita pelajari, kita tebarkan, kita lestarikan seperti apa yang telah dilakukan oleh Ibu-Ibu Indonesia Sekar Jagat Indonesia Perancis yang gigih dan kuat ini. 

(MADE AGUS WARDANA, penabuh gamelan tinggal di Belgia)