Pertama Kali Menginjak Bumi Minahasa Demi Membuktikan Kecantikannya

By , Selasa, 20 Januari 2015 | 19:50 WIB

Ini kali pertama saya menginjak kaki Bumi Minahasa. Kecantikan dan kekayaan alamnya saya buktikan sepanjang jalan perjalanan menuju Cagar Alam Tangkoko Batuangus, Batu Putih.

Hamparan hijau di perbukitan kanan kiri jalan membuat mata enggan berkedip. Jarak antara gunung dan pantai tidak terbentang jauh, tapi lika-likunya membuat perbedaan yang teramat berarti pada suasana perkampungan. Dusun di gunung terlihat asri dalam kesejukan dan kenyamanan. Sementara desa di tepi pantai tampak khas dengan lambaian nyiur dan perahu nelayan tertambat.

Pada sebuah puncak bukit yang kami lalui. Gunung Dua Saudara, berdiri tegak diketinggian 1.351 m. gunung yang termasuk kategori stratovolcano – gunung berapi tinggi dan mengerucut, terdiri atas lava dan abu vulkanik yang mengeras ini bertetangga dengan Gunung Tangkoko (1.109 m).

Kawasan Tangkoko dibagi menjadi empat bagian: taman wisata alam batuputih (615 ha), Cagar Alam Tangkoko Batuangus (3.196 ha), Cagar Alam Dua Saudara (4.299 ha), serta Taman Wisata Alam Batuangus (635 ha). Dengan pembagian seperti ini, tidak heran jika banyak ilmuan dan peneliti yang melakukan penelitian di Cagar Alam Tangkoko. Di sini setidaknya terdapat 26 jenis mamalia (10 jenis endemic Sulawesi), 180 jenis burung (59 jenis endemic Sulawesi dan 5 endemik Sulawesi Utara), dan 15 jenis reptile dan amfibi. Dua primate Sulawesi yang mendiaminya sangat terkenal: monyet hitam (mocaca nigra) dan tangkasi (tarcius spectrum).

Keunikan Taman Wisata Alam (TWA) Batu Putih menjadi incaran pejalan lokal dan mancanegara. Disebut pertama, biasanya berkunjung di akhir pekan untuk menikmati suasana pantai. Datang bersama keluarga dan menggelar makan siang.

Berbeda dari wisatawan asing, kunjungan mereka ke TWA Batu Putih kebanyakan untuk menikmati wisata alam. Untuk itu, mereka menginap cukup lama, antara 3 hingga 4 hari. Berbeda pula dari pada peneliti. Mereka bisa menginap berbulan-bulan seperti saya dan tim peneliti yang tinggal selama hampir sebulan untuk mengambil gambar Tarsius. Satwa nokturnal kecil bermata besar menonjol itu berdiam di hutan Tangkoko dan baru akan terlihat setelah matahari terbenam.