Masalah Ketimpangan Pendidikan di Negara Miskin

By , Jumat, 23 Januari 2015 | 18:30 WIB

Kaum miskin menderita ketidakberuntungan ganda di negara-negara berpenghasilan rendah karena anggaran pendidikan kemungkinan diarahkan pada murid yang lebih berada.

Hal tersebut terungkap dalam laporan penelitian badan pendidikan PBB Unicef, yang diluncurkan pada Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss.

Menurut laporan itu hampir setengah dari anggaran pendidikan di negara-negara berpenghasilan rendah dipusatkan pada 10 persen penduduknya.

Ini berarti, murid yang lebih miskin di negara-negara miskin malah mendapat kesempatan yang paling sedikit.

Ada kampanye global untuk 58 juta anak-anak yang belum mendapat pendididkan dasar.

Unicef PBB menyoroti masalah itu khususnya ditemukan di negara-negara Afrika di bagian bawah Gurun Sahara, walau penelitian yang dilakukan memperlihatkan masing-masing negara di kawasan itu memiliki pengalaman yang berbeda-beda.

UNESCO menyarankan agar investasi dalam pendidikan didistribusikan secara lebih merata agar semua murid mendapat akses, termasuk yang paling mungkin tertinggal: anak miskin maupun yang tinggal di perdesaan, perempuan maupun yang dari kelompok minoritas.

Penelitian menemukan bahwa anak laki-laki kaya di perkotaan sering menikmati pendidikan yang lebih lama dibanding anak perempuan di pedesaan.

Sekitar 20 persen murid yang kaya bisa menerima sumber daya umum yang 18 kali lebih banyak, dibanding 20 persen murid yang miskin.

Saat ini ada kampanye global untuk memberikan tempat di sekolah dasar bagi 58 juta anak-anak di dunia yang masih belum mendapat pendidikan.