Jambul memancarkan semburat oranye seperti warna daging ikan salmon. Di antara dominasi putih yang menyelimuti tubuh, terselip warna cerah jambu tua di bagian bawah dan bulu terbang. Sementara di bagian ekor terdapat warna jingga kuning dan merah jambu tua. Cantik!
Burung ini memiliki nama kakatua maluku. Peneliti dan ilmuan menyebutnya, Cacatua moluccensis. Ia menghuni hutan primer dan sekunder kawasan Maluku bagian selatan (Seram, Ambon, Haruku, dan Saparua).
Burung yang terancam punah ini telah memikat Dafid Kuniawan dan rekan-rekannya dari Kelompok Pecinta Alam Lawalata Institut Pertanian Bogor untuk mendalaminya di kawasan pelestarian Manusela yang terletak di tengah Pulau Seram.
Pengelola kawasan berstatus taman nasional memang memberikan perhatian khusus kepada kakatua maluku. Pengelola kawasan menyediakan anjungan (platform) pengamatan setinggi 35 m. Anjungan ini terdapat di beberapa pohon di wilayah penyebaran si burung. Untuk menaikinya, kita harus menggunakan single rope technique, atau “ditarik dengan katrol tali,” kata Dafid.
Selain kaya akan keanekaragaman hayati, panorama alam Seram begitu menggairahkan hasrat bertualang Dafid dan para rekan.
Mereka bergerak ke utara dan menjumpai Danua Ninipala di Desa Piliana. Telaga ini selalu mengeluarkan gelembung seperti busa dari mata air di dasarnya. Konon, jika diminum dengan niat mendapatkan jodoh, akan segera terlaksana.
Keindahan bahari berada di Desa Sawai yang menawarkan Gua Apilima (gua bawah air), terumbu karang, ait terjun Tiapiate, dan Pulau Nusa Olat (tempat singgah penyu). Pilihan lain, Sungai Salawai. Aliran air besar yang membelah pulau menjadi tempat yang tepat untuk mengintip kehidupan buaya.