Penemuan batu alam jenis giok Aceh sekitar 20 ton di kawasan Gampong, Krueng Isep, Kecamatan Beutong, Kabupaten Nagam Raya, Aceh, menimbulkan konflik antar warga dan pendatang. Warga lokal hingga Jumat (13/2) masih marah karena pendatang tak berkomitment menjalani moratorium pengambilan batu alam yang diolah menjadi batu perhiasan dan akik itu.
Pendatang pun tetap berupaya mengambil batu alam di lokasi tersebut. Dalam konflik yang terjadi Kamis sore, sejumlah warga lokal mengejar pendatang dengan membawa senjata tajam. “Namun peristiwa itu cepat dilerai oleh kepolisian dan TNI sehingga tidak menimbulkan korban luka atau tewas,” ujar Kepala Humas Polda Aceh Komisaris Besar Gustav Leo di Banda Aceh, Jumat.
Batu gick itu ditemukan warga pada minggu ini. Warga lokal tidak mengambilnya karena mengikuti Keputusan Pemerintah Kabupaten Nagan Raya mengenai Moratorium Pengambilan Batu Alam dari 5 Februari - 8 Maret 2015. Namun, pendatang dari luar Gampong Krueng Isep berminat mengambil batu itu.
Gustav menuturkan, saat itu aparat keamanan masih berjaga untuk mengantisipasi terjadinya konflik susulan di lokasi itu. Polri menurunkan sekitar 40 personel dan ditambah anggota TNI. “Polri dan TNI pun berupaya mempertemukan warga lokal dan pendatang untuk berdamai,” ucapnya.
!break!
Disita
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Nagan Raya Samsul Kamal mengutarakan, moratorium pengambilan batu itu berlaku untuk semua warga di Nagan Raya. Bagi warga yang mengambil pada periode moratorium itu, pemerintah akan menyita batunya. “Batu yang ditemukan kali ini pun kami sita. Batu itu diberi garis polisi dan dijaga aparat keamanan agar tidak memancing kericuhan susulan,” katanya.
Samsul menyebutkan, moratorium itu dilakukan karena pemerintah tengah menyurun aturan tata cara, batas wilayah, dan jumlah petambang yang dibolehkan mengambil batu alam di Nagan Raya. “Ini untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan, terutama di wilayah hutan lindung Nagan Raya,” katanya.
Nagan Raya adalah daerah yang berjarak sekitar 300 kilometer ke selatan Banda Aceh, ibu kota Provinsi Aceh. Nagan Raya menjadi daerah penghasil batu alam utama di Aceh. Batu alam yang beredar di Aceh lebih dari 50 persen berasal dari Nagan Raya, antara lain giok, napriet, dan idocrase.
Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh dan Gabungan Pencinta Batu Alam Aceh, sekitar 1.000 orang menambang batu alam setiap hari di Nagan Raya, “Pemerintah provinsi atau kabupaten harus segera mengelurakan regulasi yang mengatur pengambilan batu alam ini,” kata Direktur Walhi Aceh Muhammad Nur. Ketua Komisi I DPR Aceh Abdullah Saleh menambahkan, aturan (qanun) itu masih disiapkan.