Di Kota Magelang, Jawa Tengah, terdapat kue keranjang yang masih mempertahankan keaslian rasa dan tetap menggunakan cara tradisional dalam pengolahannya. Salah satunya, kue keranjang hasil produksi katering Sari Rasa yang ada di Jalan Brigjen Katamso Nomor 11 Kota Magelang.
Setiap menjelang tahun baru Imlek, katering ini kebanjiran pesanan kue keranjang. Tidak saja dari dalam Kota Magelang tetapi juga luar kota. Maklum, kue keranjang mereka terkenal memiliki rasa yang autentik.
Seperti kue keranjang pada umumnya, kue ini mirip jenang atau dodol berwarna cokelat keemasan dan terasa manis. Namun jika pada umumnya dibungkus plastik, kue buatan katering Sari Rasa masing menggunakan daun pisang. Inilah kunci rasa kue keranjang mereka yang beraroma sangat khas sehingga disukai banyak konsumen.
Juliawati (49), pemilik katering Sari Rasa, menjelaskan ia memang masih mempertahankan cara memasak yang tradisional seperti yang diajarkan oleh orang tuanya dulu. Menurutnya, cara tersebut justru menghasilkan aroma dan rasa yang otentik.
"Ada ada aroma yang khas pada kue keranjang kami karena pada saat mengukus kami tetap sertakan daun pisang pembungkusnya. Resep ini kami peroleh dari resep orang tua yang sudah pengalaman bikin kue keranjang sejak 60 tahun silam," ujar Cik Yulien, panggilan akrab Juliawati.
Selain itu, ia juga menggunakan bahan dasar tepung ketan Jawa yang berkualitas. Bahkan, ia menggiling sendiri tepung ketan itu sehingga terjamin kebersihannya. Dalam sehari, ia bisa menghabiskan bahan dasar tepung ketan sebanyak 500 kilogram.
"Kami pernah mencoba pakai ketan impor, tapi hasilnya malah tidak bagus. Kami juga pilih ketan yang kualitas super langsung dari bakul-bakul atau petani," bebernya.
Sedangkan untuk pemanisnya, kata Cik Yulien, ia memakai gula pasir asli tanpa pemanis buatan. Meski tanpa pengawet, namun Cik Julien mengatakan kue keranjang buatannya bisa tahan lama sampai 3 bulan. Bahkan bila disimpan di dalam kulkas, bisa tahan sampai setahun.
Ada dua varian rasa yang dihasilkan, yakni rasa original dan cokelat. Kue keranjang bagi masyarakat Tionghoa merupakan salah satu makanan yang wajid disantap setiap tahun baru Imlek. Kue ini mulai dipergunakan sebagai sesaji pada upacara sembahyang leluhur, tujuh hari menjelang tahun baru Imlek (Ji Si Sang Ang), dan puncaknya pada malam menjelang tahun baru Imlek.
Sebagai sesaji, kue ini biasanya tidak dimakan sampai malam ke-15 setelah tahun baru Imlek (Cap Gomeh). Menurut keyakinan mereka, kue ini ditujukan sebagai hidangan untuk menyenangkan Dewa Tungku (Cau Kun Kong) agar membawa laporan yang menyenangkan kepada Raja Surga (Giok Hong Siang Te).
Selain itu, kue keranjang yang manis merupakan simbol doa agar kehidupan orang-orang yang merayakan Imlek pun manis. Lalu bentuk kue yang bulat juga diyakini agar keluarga terus bersatu, rukun dan bulat tekad dalam menghadapi tahun yang akan datang.