Sapuan kuas itu bergerak santai di selembar kertas putih. Tidak ada gores keraguan dari tangan Aang Sungkawa. Di halaman belakang rumahnya di Sukajadi, Prabumulih, Sumatra Selatan, siang itu Aang melukis dengan pewarna alami.
Tangan kanannya menggoreskan kuas, tangan kirinya memegang semangkuk tanah berwarna kuning. Dua mangkuk yang lain berisi larutan tanah cokelat dan arang kayu. Semua warna itu dilarutkan dengan air.
Berbekal tiga warna dari alam itulah, Aang melahirkan karya-karya lukisannya. Proses kreatif itu lahir dari ketekunan Aang dalam mencari bahan pewarna yang lahir di alam.
Bagi Aang, alam telah menyediakan segala kebutuhan manusia. "Termasuk kebutuhan estetika. Dengan bersahabat dengan alam, Tuhan akan memberi jalan. Kita hanya tinggal belajar sedikit saja."
Warna-warna alam tidak secermerlang cat sintentik buatan pabrik. "Alam memang hanya menyediakan warna terbatas. Tapi melukis juga tidak perlu banyak warna."
Warna dari bahan alami juga selaras dengan retina mata manusia. "Setelah bekerja di depan komputer berjam-jam, coba lihat warna bunga dan pepohonan. Mata akan terasa nyaman. Itu karena pigmen alami sesuai dengan retina kita," paparnya.
Di balik kerja kreatifnya, Aang memiliki keyakinan yang agung tentang hubungan alam dengan manusia. Sebagai seniman, kepuasan Aang bukan saat lukisannya terjual dengan harga mahal. Kebanggaannya terletak pada karya lukis yang ramah lingkungan dan bebas racun. "Sebagai seniman, saya harus membuat karya yang tidak meracuni, yang ramah lingkungan."
Karya Aang belum banyak dikoleksi oleh masyarakat. Di Sumatra Selatan, lukisan Aang telah dikoleksi oleh Gubernur Alex Noerdin, Bupati Muara Enim, dan beberapa staf PT Pertamina EP.
Kreativitas Aang memang melampui zaman dan masyarakatnya. Karena itu, tidak mudah untuk memasarkan hasil karyanya. "Saya tidak berorientasi pada pasar."Aang meyakini bahwa jika bersahabat dengan alam, jalan akan membentang luas. "Alam akan memberi jalan," ungkap pria yang juga berkiprah di Dewan Kerajinan Nasional Prabumulih ini.
Dan, kesempatan itu datang juga. Pada pameran karya seni House of Indonesia di Jiexpo, PRJ Kemayoran, Jakarta Pusat, Oktober lalu, karya Aang memikat banyak orang. "Acaranya mendadak. Saya mengepak lukisan hingga dini hari. Dijemput Pertamina, lalu berangkat."
Bersama Sutijak dari PT Pertamina EP Prabumulih Field, Aang memboyong 25 lukisannya. Para pengunjung terpikat karya seni Aang. Bahkan, pengunjung dari Belgia dan Uni Emirat Arab membeli semua lukisannya.
Dari kerja kreatif yang memanfaatkan bahan-bahan alami, karya Aang kini menembus mancanegara. Dari bahan-bahan terbuang, terciptalah karya bernilai tinggi.
Aang menyatakan, capaiannya itu tak lepas dari perjumpaannya dengan PT Pertamina EP. "Alhamdullilah saya ketemu dengan PT Pertamina EP. Saya orang kreatif, di Prabumulih mau ke mana...."
Sejak 2008, Aang berkesempatan berbagi ketrampilan dengan warga di sekitar wilayah kerja PT Pertamina EP Prabumulih. Aang menjadi pelatih dalam berbagai forum pelatihan untuk membuat karya dengan memanfaatkan bahan-bahan yang terbuang.
Tidak hanya bebas menumpahkan kreativitas, kiprahnya bersama PT Pertamina EP juga membawa perubahan dalam ekonomi Aang. Dia kini memiliki sekapling tanah, rumah dan bisa mejamin pendidikan anaknya. "Dari sebotol tanah [untuk melukis] bisa menjadi sekapling tanah," kelakarnya.