Regulasi Rokok Elektronik Belum Jelas

By , Rabu, 4 Maret 2015 | 12:00 WIB

Regulasi mengenai rokok elektronik di Indonesia hingga kini belum diatur secara jelas. Padahal, produk yang diklaim lebih aman daripada rokok konvensional itu mengandung bahan yang menimbulkan efek buruk bagi kesehatan.

Hal tersebut terungkap dalam seminar ilmiah “Dampak Konsumsi Rokok Elektronik pada Kesehatan Masyarakat” yang digelar Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik di Jakarta, Selasa (3/3). Regulasi terkendala karena rokok elektronik masih dikategorikan barang elektronik yang diperdagangkan di masyarakat. 

“Saat ini, rokok electronik belum masuk dalam produk kesehatan,” kata Tjandra Yoga Aditama, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan. Rokok elektronik yang beredar tak termasuk dalam produk tembakau.

Saat ini, ada dua jenis rokok elektronik yang beredar, yakni produk yang mengandung nikotin dan produk yang hanya mengandung zat perasa.

Saat ini, ada dua jenis rokok elektronik yang beredar, yakni produk yang mengandung nikotin dan produk yang hanya mengandung zat perasa. Produk yang mengandung nikotin dapat menimbulkan adiksi, sedangkan yang mengandung zat perasa belum diketahui dampaknya.

Kondisi tersebut membuat rokok elektronik sulit masuk Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 yang mengatur pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.

Regulasi juga terkendala karena isi, kadar, dan cara pembuatan rokok elektronik belum diketahui jelas. Pemerintah sedang menyusun regulasi mengenai rokok elektronik yang keputusannya belum diketahui. “Kami masih berpikir bagaimana cara memasukkan produk rokok elektronik ke dalam produk kesehatan,” katanya.

Di Asia Tenggara, Singapura dan Thailand merupakan dua negara yang mengatur peredaran rokok elektronil. Singapura memberlakukan pelarangan total rokok eletronik sejak tahun 2011. Kegiatan mengimpor, mendistribusikan, dan menjual rokok elektronik adalah ilegal.

!break!

Sementara Thailand menyetujui draft peraturan Kementerian Perdagangan yang melarang impor rokok elektronik sejak 2014. Hukuman maksimal adalah 10 tahun penjara atau denda setara lima kali harga barang.

Kini, sejumlah negara, termasuk Indonesia, terus mengkaji kandungan dan dampak buruk bagi kesejatan. Pertemuan Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) 2014 membahas rokok elektronik. Rekomendasi pertemuan tersebut, antara lain, membatasi promosi dan melarang klaim kesehatan.

Tidak aman

Tjandra mengatakan, rokok elektronik belum tentu aman bagi kesehatan. Kandungan nikotin dalam produk dapat menimbulkan efek buruk, seperti kecanduan, adrenalin naik, dan denyut nadi meningkat. “Ribuan zat perasa yang terkandung juga belum tentu aman,” katanya.

Cairan nikotin pada rokok elektronik mengandung propilen glikol, yakni zat yang menyebabkan iritasi ketika dihirup. Zat tersebut biasanya digunakan sebagai bahan membuat sampo dan pengawet makanan.

Kepala Subdirektorat Pengawasan Rokok Direktorat Pengawasan Napza Badan Pengawas Obat dan Makanan Lela Amerlia mengatakan, rokok elektronik bisa jadi pintu masuk zat berbahaya dan obat terlarang. “Rokok elektronik dapat dibeli di mana saja dan bahan isi ulang sulit diketahui,” katanya.