Seorang ibu di Inggris telah membantu putranya menjadi seorang ayah dengan menjadi surrogate mother atau ibu pengganti (perempuan yang melahirkan anak hasil inseminasi buatan atau implantasi telur yang sudah dibuahi dan telah setuju untuk menyerahkan hak sebagai orangtua kepada pihak ketiga).Dalam sebuah prosedur yang diyakini sebagai yang pertama di dunia, sebuah klinik kesuburan di negara itu mengatur kehamilan perempuan tersebut dengan menggunakan telur donor dan sperma putranya sendiri.Dia menawarkan untuk mengandung dan melahirkan bayi itu, dengan persetujuan suaminya, setelah rencana putra mereka untuk memiliki anak lewat prosedur IVF dengan perempuan lain yang masih kerabat gagal.Pengaturan kehamilan yang tidak biasa itu muncul ke permukaan ketika seorang hakim Pengadilan Tinggi memutuskan bahwa putra perempuan itu kini dapat mengadopsi bayi laki-laki tersebut dan menjadi ayahnya yang legal. Walau di depan hukum, pria itu juga merupakan saudara dari bayi tersebut.Namun langkah itu mendapat kecaman para kritikus, yang menggambarkan prosedur tersebut 'meragukan' dan menyerukan reformasi hukum yang mendesak demi mencegah penyalahgunaan undang-undang tentang kesuburan.Hakim Justice Theis, yang tidak mengidentifikasi keluarga, klinik atau otoritas lokal di daerah di mana keluarga itu tinggal, mengatakan, pengaturan kehamilan itu walau sangat tidak biasa tetapi sepenuhnya sah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.Sang ayah, yang berusia pertengahan 20-an dan tinggal sendiri, beberapa kali ingin menjadi orang tua tetapi menunggu sampai dia punya pekerjaan yang mapan dan rumah sehingga bisa memberikan perawatan yang layak pada anak. Hakim itu mengatakan, pria tersebut membahas masalah tersebut secara terbuka dengan keluarga dan teman-teman dekat. Dia lalu mengatur dengan seorang kerabat untuk bertindak sebagai ibu pengganti. Namun upaya dengan perempuan itu gagal karena sebuah kondisi medis.Pada tahap itu, kata Justice Theis, ibu pria itu berdiskusi dengan suaminya tentang kemungkinan untuk membantu. Keluarga itu menghadiri serangkaian sesi konseling dan diskusi dengan pihak klinik, yang mendapat lisensi dari Human Fertilisation and Embryology Authority (HFEA) sebagai regulator. Rencana mereka, yang digambarkan direktur pusat medis sebagai unik, kemudian dikatakan dapat dilanjutkan setelah 'pertimbangan yang hati-hati'.Bayi itu, kini berusia tujuh bulan, lahir dengan masa kehamilan normal dan sekarang tinggal bersama ayahnya. Namun hakim itu memperingatkan orang-orang lain untuk tidak memulai penawaran surrogacy tanpa 'nasihat hukum yang komprehensif' karena prosesnya secara hukum rumit.Justice Theis mengatakan, berdasaran Undang-undang Fertilisasi Manusia dan Embriologi Inggris tahun 2008, yang mengatur tentang pengaturan ibu pengganti, perempuan yang mengandung dan melahirkan anak itu adalah ibu legal. Suaminya adalah ayah legal karena dia menyetujui kehamilan tersebut.Aturan menetapkan bahwa ibu pengganti harus menyerahkan anak itu kepada dua orang tua, biasanya pasangan 'dalam hubungan sehidup semati'. Berdasarkan undang-undang tersebut, adalah sebuah kejahatan ketika menyerahkan bayi itu hanya ke ayah biologis saja.Namun hakim tersebut berpendapat, adopsi itu tidak akan melanggar hukum karena bayi tersebut dan ayahnya secara hukum sudah terkait sebagai saudara. Para pekerja sosial yang mendukung adopsi itu, mengatakan hal tersebut akan 'memperkuat ikatan' sang ayah dan anak yang sudah ada.Justice Theis mengatakan, kedekatan keluarga itu merupakan 'hal penting' dari kasus tersebut. "Kekuatan hubungan keluarga itu, dan dukungan yang mereka berikan sekarang dan di masa depan, akan memastikan kebutuhan seumur hidup anak itu akan terpenuhi," tambahnya.Namun sejumlah pengamat mengatakan, hukum seharusnya tidak mengizinkan pengaturan kehamilan tersebut. Penulis dan penyiar tentang masalah keluarga Jill Kirby mengatakan, "Etika dalam kasus ini sangat meragukan. Jika HFEA menganggap itu menjadi prosedur legal, ada kebutuhan mendesak untuk meninjau lagi undang-undang."Patricia Morgan, seorang peneliti terkemuka tentang kebijakan keluarga, mengatakan, "Anak itu akan memiliki begitu banyak kebingungan terkait latar belakangnya."