Milyaran Orang Abaikan Kerusakan Gigi, Anda Salah Satunya?

By , Minggu, 8 Maret 2015 | 13:30 WIB

Penelitian dalam Journal of Dental Research menunjukkan lebih dari 2,4 miliar orang di seluruh dunia tidak mengobati kerusakan gigi yang dideritanya.

Padahal para ahli mengungkap, masalah kerusakan gigi yang diabaikan akan mengkhawatirkan. Mereka pun memperingatkan bahwa pembusukan gigi dapat berakibat rasa sakit yang parah, infeksi, tidak dapat bekerja maksimal, hingga bagi anak-anak dapat mengganggu pertumbuhan.

Lebih lanjut diungkap, kerusakan gigi bukan hanya masalah yang dihadapi anak-anak. Bahkan kerusakan gigi juga kerap menghampiri orang dewasa.

Bagaimana bisa terjadi?

Kerusakan atau pembusukan gigi terjadi ketika asam di mulut melarutkan lapisan luar gigi. Hal ini dikenal juga sebagai kerusakan gigi atau karies gigi. Jika tidak diobati dapat menyebabkan masalah seperti gigi berlubang, penyakit gusi atau abses.

Prof Wagner Marcenes dari Queen Mary University of London seorang pimpinan tim ilmuwan internasional. Penelitian ini menganalisis 378 penelitian dan melibatkan 4,7 juta orang antara tahun 1990 hingga 2010.

Hasil survei global tersebut menunjukkan sebanyak 2,4 miliar orang tidak mengobati gigi mereka yang rusak dan 621 juta anak tidak mengobati pembusukan pada gigi susu mereka.

Menurut data di Inggris, sepertiga penduduk yang menderita kerusakan gigi pada tahun 2010, tidak mengobatinya. Sedangkan di Lithuania, proporsinya lebih dari dua kali lipat yaitu 68 persen.

Mereka memperkirakan ada lebih dari 190 juta kasus baru pembusukan gigi setiap tahun.

Menurut Wagner, penyebab utama dari semua ini adalah kebiasaan makan yang buruk seperti mengkonsumsi makanan dan minuman manis dalam jumlah tinggi dan sering ngemil.

"Diabaikannya pencegahan dan pengobatan kerusakan gigi pada tingkat ini sangat mengkhawatirkan," ujarnya.

Ia juga memaparkan, "Kerusakan gigi merupakan beban ekonomi yang besar. Dan jika tidak ditangani, hal itu akan mengarah pada produktivitas yang buruk dan absennya sejumlah pegawai untuk orang dewasa, sementara di tingkat anak-anak, membuat prestasi siswa menurun selain juga banyak tak masuk sekolah."