Sejak Lembang tumbuh pesat dengan berbagai pusat bisnis, penelitian astronomi di Bosscha semakin terganggu akibat besarnya polusi cahaya tersebut. Saat ini tim riset astronomi Institut Teknologi Bandung atau ITB dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional atau Lapan sedang melakukan tahap uji kelayakan lokasi di Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Kupang, dipilih sebagai lokasi Observatorium Bosscha yang baru karena wilayahnya paling kering di Indonesia. Selain itu, potensi kecerahan langitnya pun lebih tinggi dibandingkan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Kondisi langit Lembang yang semakin terang, menjadi ancaman polusi cahaya bagi Observatorium Bosscha. Setiap tahun polusi cahaya dari permukiman penduduk dan pusat bisnis di Lembang semakin parah.
Pihak Bosscha sudah mengingatkan hal ini kepada pemerintah, namun tidak ada perkembangan berarti. Jika hal ini dibiarkan, keberadaan Bosscha pun terancam.
Kepala Observatorium Bosscha, Dr. Mahasena Putra mengatakan, terangnya langit Lembang membuat penelitian semakin terbatas. Jika dulu bintang bisa terlihat banyak, saat ini terkesan sedikit karena sulit untuk diamati. Jika beberapa tahun lalu, arah horizon 60 derajat masih bersih sehingga leluasa untuk menelitinya, tapi kini tinggal hanya 40 derajat. Sempitnya ruang penelitian Bosscha membuat sejumlah obyek tak terlihat lagi, seperti salah satu galaksi di Lingkar Selatan. Pada akhir tahun 1990-an, obyek langit itu sama sekali tak bisa dilihat.
“Terangnya langit di Bosscha dibandingkan di NTT sana itu, yang di sini (Lembang) seratus kali lebih terang, artinya bintang redup nggak bisa kelihatan. Jadi sudah seperti itu (kondisinya), dan itu disebabkan oleh lampu-lampu. Ternyata setelah kita pelajari, Lembang itu bukan tempat yang terbaik secara cuaca di Indonesia. Sekarang dengan penelitian baru, ternyata yang paling bagus secara cuaca itu ada di Indonesia Timur,” tutur Mahasena.
Saat ini, tim riset astronomi ITB dan Lapan sedang melakukan tahap uji kelayakan lokasi di Kupang. Observatorium ini di NTT nantinya akan menempati lahan yang berada di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut dengan luas lahan yang lebih besar daripada di Lembang.
Peneliti astronomi ITB, Moedji Raharto mengatakan, pengembangan Bosscha oleh pemerintah ke NTT, dianggap kebutuhan mendesak untuk penelitian astronomi. Pasalnya, fasilitas yang memadai dan penguasaan dalam penelitian antariksa akan berdampak positif terhadap eksistensi negara.
“Kita perlu patroli langit bersama dari seluruh wilayah Indonesia. Dan sebetulnya langit itu memberikan tantangan berpikir bagi manusia. Jadi mencerdaskan kehidupan berbangsa. Sehingga kita semuanya punya kesadaran bahwa langit di atas kita itu sangat luas,” ungkap Moedji Raharto.
Melalui pengembangan Bosscha di Kupang, NTT nanti, diharapkan Indonesia bisa menguasai bidang keantariksaan yang kini sudah tertinggal jauh dari negara tetangga Thailand dan negara Eropa. Dengan didukung peralatan dan fasilitas teleskop 3 meter, teleskop radio sekitar 20 meter, dan teleskop lainnya sebagai fasilitas terbaru, diharapkan astronom Indonesia tidak hanya mampu bekerja sama dengan negara maju lainnya namun juga bisa mencapai kesempurnaan penelitian.