Alasan Mengapa Orang akan Cenderung Beresiko Obesitas Akibat <i>Daylight Saving Time</i>

By , Jumat, 13 Maret 2015 | 15:30 WIB

Sebuah studi menyatakan, transisi penghematan waktu siang hari atau Daylight Saving Time (DST) yang diberlakukan di Amerika bisa jadi beban berat untuk mereka yang menderita sakit.

Sebuah penelitian membuktikan bahwa orang yang menderita obesitas mengalami kesusahan yang lebih besar dalam menanggulangi kendala yang biasa disebut "social jet lag." Istilah tersebut menjelaskan keadaan dimana penderitanya mengalami kekacauan jam tubuh untuk beraktivitas (waktu untuk bekerja, bersosialisasi, dan beristirahat).

Social jet lag dapat diukur dari perbedaan pola tidur seseorang di hari-hari kerja dan di akhir minggu, yang juga berarti waktu tidur di hari kerja di akhir minggu atau hari libur.

Semakin besar perbedaan waktu yang didapat untuk istirahat diantara keduanya, semakin besar sindrom social jet lag yang didapatkan.

Perubahan waktu tidur tersebut otomatis menimbulkan ketidakselarasan antara jam tubuh seseorang dengan rutinitas mereka sehari-hari, dan pergantian DST akan semakin mengacaukan waktu tidur seseorang.

Menurut penelitian yang diterbitkan International Journal of Obesity secara online pada 23 Januari silam, ilmuwan meneliti data dari 850 pria dan wanita di Selandia Baru. Tidak satupun dari mereka yang bekerja pada shift malam.

Hasil penelitian mengatakan, orang yang waktu tidurnya sangat berbeda pada hari biasa (hari kerja) dan weekend, akan mendapat resiko menderita obesitas dan gangguan metabolism lainnya. Itu juga berarti, mereka yang mengalami social jet lag lebih lama dibandingkan mereka yang tidak akan lebih rentan terkena diabetes, inflamasi kronis dan sindrom gangguan metabolism lainnya.

Hal ini menunjukkan bahwa social jet lag dapat merujuk kepada gejala-gejala yang mirip dengan gejala jet lag akibat perjalanan jarak jauh, yaitu susah tidur, digesti yang tidak lancer, kehilangan selera makan, kesulitan dalam berkonsentrasi, iritasi, dan tidak bersemangat.

“Tidak seperti jet lag yang dialami para petualang atau traveler, social jet lag akan lebih berdampak serius pada kinerja bekerja seseorang, bukan pada sistem metabolismenya,” jelas Michael Persons, peneliti yang menulis laporan social jet lag tersebut. Parsons juga menyebutkan bahwa pengaruh social jet lag terhadap obesitas ditimbulkan akibat lamanya waktu tidur yang akan dialami penderita sehingga orang tersebut akan kurang bergerak, yang otomatis membua tubuhtnya sedikit membakar kalori, dan kemudian berdampak pada gula darah yang meningkat.