Apakah Lautan Mulai Kehilangan Oksigen?

By , Senin, 16 Maret 2015 | 09:00 WIB

Beberapa daerah di perairan dalam mulai kekurangan kadar oksigen. Akibatnya, beberapa makhluk terbunuh, atau paling tidak cara hidupnya kini berubah.

Marlin adalah salah satu contoh atlet lautan yang sempurna. Seekor marlin dapat melompat ke udara dan melintasi lautan dengan jarak tempuh luar biasa jauh untuk berburu mangsa.

Kekhasan perilaku berburu pada ikan dibangun oleh beberapa kecenderungan. Seperti suhu pemanasan air laut yang akhirnya mengurangi kadar oksigen dalam laut. 

“Dua ratus meter di bawah permukaan laut, kadar oksigen begitu rendah. Berbeda dengan di permukaan,” ujar ahli biologi kelautan dari Hopkins Stanford University. 

Zona mati alias minim oksigen ini memang sudah ada. Akan tetapi, zona ini terus meluas baik secara vertikal maupun horisontal. Dahulu zona mati dapat ditemui di Teluk Meksiko, kini sudah menyebar si sebagian wilayah Pasifik Timur. Teluk Benggala, wilayah Atlantik, hingga lepas pantai Afrika Barat ikut menjadi kawasan minim oksigen.

Secara global, daerah rendah oksigen ini telah meluas lebih dari 4,5 juta kilometer persegi dalam 50 tahun terakhir. Fenomena ini disebabkan pemanasan global serta pengasaman laut. Akibatnya, rantai makanan spesies laut ikut terganggu.

Perdebatan tentang seberapa besar kerugian meluasnya kawasan minim oksigen di laut ini terus berkembang. Namun, dapat disimpulkan bahwa perubahan iklim telah mempercepat pengurangan kadar oksigen di lautan dan dipastikan memberikan kerugian besar.

Ikan, cumi-cumi, gurita, kepiting, dan semua spesies laut tentu membutuhkan oksigen. Sayangnya, oksigen bersifat dinamis dan terus mengalami perubahan karena beragam faktor.

Munculnya oksigen di lautan terjadi karena dua cara, yakni fotosintesis atau percampuran udara dengan air yang disebabkan angin dan gelombang.

Perluasan kawasan zona mati disebabkan karena dorongan suhu. Air hangat akhirnya menyebabkan oksigen larut.