"Pergilah Kau Sang Raja Rimba!"

By , Kamis, 19 Maret 2015 | 08:00 WIB

Hari terang tanah. Burung kirik-kirik biru terbang menjemput serangga. Tengah hari itu, Selasa (3/3) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menarik pintu kandang Panti dari atas mobil.

Tak seberapa lama, pintu kandang terbuka, Panti langsung melesat cepat ke hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung, yang berada tepat di depan kandang. Ini yang kedua kali bagi Patin kembali ke alam. Tak mengherankan ia langsung berlari kencang pada hari yang cerah itu.

Usai Panti keluar dan ditelan oleh hutan yang rimbun, pintu kandang Petir terbuka. Ia adalah anak Panti yang paling siap menghadapi kehidupan liar. Panti sebenarnya punya tiga anak: Petir, Bintang dan Topan. Petir dianggap yang paling lincah dan terampil. "Dia paling agresif. Kalau diberi makanan hidup cepat memangsanya," tutur Marizal, perawat Petir sejak kecil.

Meski begitu, hari ini adalah pertama kali ia benar-benar hidup di alam bebas. Setelah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membuka pintu kandang, Petir keluar pelan-pelan. Ia mengendap-endap. Otot-ototnya nenegang. Petir memindai hutan sekelilingnya.

Petir, seekor harimau sumatra yang dilepasliarkan di TNWC di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung. (Dwi Oblo/National Geographic Indonesia)

Harimau muda berusia 3 tahun ini berjalan merangkak bagaikan mengincar mangsa. Namun, menurut staf konservasi Tambling Wildlife Nature Conservation Maria Edna gaya berjalan utu juga berarti mengawasi sekeliling.

Bagaikan bocah bingung, Petir menoleh kiri-kanan. Matanya nanar. Di bawah pohon rindang yang dilengkapi menara pengamatan, ia mengendap istirahat. Sesekali melihat sekeliling. Ada seekor babi hutan tak jauh dari tempat Petir yang agaknya tak menarik buatnya. Usai istirahat sekitar 20 menit, Petir menuju mangda babi hutan. Ia hanya mencolek, lalu dengan ragu-ragu masuk hutan.

Panti dan Petir kira-kira selama tiga hari terakhir ini senagaj tidak diberi makan. "Hanya diberi makanan buat ganjal perut biar tidak kelaparan dan vitamin," jelas Marizal pawang Petir.

!break!

Beberapa ekor babi hutan sengaja dilepas untuk memancing Panti dan Petir melesat ke dalam hutan. Setelah hidup bebas, diharapkan keduanya akan menembus hutan dan mencari mangsa. Di leher keduanya terpasang GPS collar atau kalung GPS yang akan memantau pergerakan Panti dan Petir.

Alat pemantau itu akan terpsang selama empat bulan, meski mampu bertahan mengirimkan sinyal selama enam bulan. Tony Sumampauw dari Taman Safari Indonesia menyatakan bahwa Panti yang berasal dari Aceh memiliki pengenalan medan yang bagus. Ia bisa cepat mengenali keadaan. Tony mengisahkan, Patin yang memiliki tiga anak ari hasil perkawinan dengan jantan liar dari Taman Masional Bukit Barisan Selatan telah memperkaya genetik harimau sumatra.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyatakan, pemerintah memiliki memang program konservasi satwa yangg dilindungi. "Waktu lalu kita programkan 10 spesies. Untuk 2015 kita kembangkan menjadi 25 spesies populasinya naik 10 persen."

Mekar, seekor harimau sumatra yang dilepasliarkan di Pusat Rehabilitasi Harimau Tambling Wildlife Nature Conservation. (Dwi Oblo/National Geographic Indonesia)

Siti menambahkan populasi harimau sumatra antara 400 sampai 500 ekor. Sementara, lanjut Siti, "Harimau jawa tahun 1990-an telah hilang, bahkan harimau bali telah punah pada 1940-an."

Sememtara itu, Mentri Keluatan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berharap kerjasama pemerintah dan swasta dalam konservasi satwa liar. "Saya yakin banyak pengusaha yang juga memiliki kepedulian lingkungan atau perusahaan besar yang punya dana CSR untuk mengamankan dan menjaga taman nasional seperti ini," papar Susi.

Susi menambahkan bahwa taman nasional ujung-ujungnya jadi tidak terawat: airnya, ada pembalakan. Dia juga berharap tidak hanya hutan yang dilindungi tetapi juga terumbu karangnya.

Pada 2003 dan 2005, Susi pernah mengunjungi kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation. "Katanya sekarang lobster dan ikannya banyak," tambahnya.

Selain mengelola kawasan daratan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan seluas 50 rubu hektare, Tamblib Wildlefe Nature Conservation juga turut mengelola Cagar Alam Laut bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam Lampung.

"Kami konsisten, dan ternyata, dengan bimbingan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pelepasliaran dalam proses yang terus-menerus berjalan," jelas Tomy Winata, pemilik Tambling Wildlife Nature Conservation.

Tomy berharap semakin banyak masyarakat dan pengusaha bekerja bersama dan mendukung program TWNC atau melakukan sendiri upaya konservasi satwa. "Karena, tugas penyelamatan konservasi, bumi, laut dan lingkungan menjadi tanggung jawab seluruh stakeholder dan pengusaha yang mampu."

Tomy juga menegaskan bahwa usaha peneyelamatan tidak hanya harimau, tapi semua jenis binatang. "Harimau hanya salah satu mata rantai penting bagi ekosistem dan keseimbangan di bumi Sumatra."