Rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya terus menuai kontra. Akan ada banyak pihak yang merasa dirugikan jika proyek ini teralisasi, dari mulai masyarakat sampai Pertamina yang memiliki pipa gas di dasar laut di wilayah perairan Cilamaya tersebut.
Wacana pemerintah yang akan menggeser pelabuhan Cilamaya di Karawang, Jawa Barat sepanjang 2,9 kilometer ini dinilai Pertamina akan menimbulkan risiko bagi pipa yang sudah dibangun.
"Pipa gasnya digeser seperti apa. Pelabuhan mau digeser, sumurnya ditutup ada potensi gas tidak disalurkan," tutur Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro, Rabu (18/3).
Sedangkan menurut Wianda, Pertamina memiliki 400 jaringan pipa, 200 anjungan minyak dan gas (migas) serta pipa yang ada dibawah permukaan laut. Semuanya ini bertautan dengan yang lain. Termasuk peran Pertamina dalam beroperasi memenuhi kebutuhan 29 industri di wilayah Karawang dan ke PLN. Dalam sehari Pertamina memasok ke PLN sekitar 140 bilion british thermal unit per day (bbutd). (Baca juga Pembangunan Pelabuhan Cilamaya Menuai Protes)
"Untuk memenuhi PLN, operasi gas harian harus kita kirim. Karena mengaliri listrik sepertiga di pulau Jawa," terangnya. "Ini yang harus dipertimbangkan karena mereka saling terkoneksi," imbuhnya.
Sementara untuk mencegah pemberhentian operasi gas, Pertamina harus membuat koneksi pipa baru. Yang berarti membangun membutuhkan biaya dan juga waktu yang tidak sedikit. Belum lagi faktor keselamatan yang harus dipertimbangkan juga oleh pemerintah. (Baca juga Kebimbangan Masa Depan Pelabuhan Cilamaya)
"Bikin koneksi pipa baru, minyak ada penampungan dan pipa baru. Dari 200 anjungan lepas pantai selama 2011-2014 ada 53 kapal mengalami gangguan ada yang sampai terdampar. Hal tersebut yang bisa menimbulkan resiko rusaknya pipa gas Pertamina," tutupnya.