Pemandu dalam Ekspedisi, Perlukah?

By , Jumat, 20 Maret 2015 | 17:54 WIB

Dalam acara bincang-bincang soal Ekspedisi 200 Tahun  Gelegar Tambora (7/3), seorang pengunjung melontarkan pertanyaan menarik; apakah ekspedisi ini menggunakan pemandu, dan apa alasannya?

Dalam pandangan saya, sesederhana apa pun perjalanan, tetap dibutuhkan seseorang yang tahu betul mengenai rute dan kondisi medan. Apalagi sebuah ekspedisi yang memiliki target waktu. Dalam hal pendakian Gunung Tambora, kami tidak ingin “membuang-buang waktu” dan akhirnya menggagalkan misi hanya karena tim tersesat dalam hutan.

Meski rute Dusun Pancasila jalurnya sudah “jelas”, ada beberapa segmen jalur yang tertutupi pepohonan, dan ada beberapa simpang yang berpotensi membuat perjalanan melenceng. Tanpa pemandu, akan butuh waktu lebih banyak untuk mencari jejak jalur. Selain itu, saat pendakian 15-16 Februari lalu, hanya ada tim kami yang sedang mendaki, sementara pendaki-pendaki lain sudah dalam perjalanan turun. Hal ini menambah risiko bila kami tersesat.

Perjalanan Paul Salopek dalam merunut kembali asal-usul penyebaran manusia yang direncanakan memakan waktu hingga tujuh tahun juga menggunakan pemandu di setiap wilayah/negara yang dilintasi.

Menurut saya, era penjelajahan saat ini berbeda dengan era eksplorasi masa lalu yang hendak mencari terra incognita, tanah tak dikenal, untuk mengenal peradaban baru, untuk ditaklukkan, atau dikuras sumber dayanya, sehingga “tersesat” menjadi suatu keniscayaan.

Bagaimana dengan perangkat modern seperti GPS? Kami membawanya sebatas untuk backup—walaupun GPS kami juga bukan tipe paling canggih yang bisa menembus tutupan hutan. Bagaimanapun, orang lokal adalah sebaik-baik pemandu. Selain itu, interaksi dengan pemandu lokal membantu kita memahami budaya setempat. Dan, manusia bisa diajak ngobrol untuk menghilangkan rasa bosan.