Pembangunan Pelabuhan Cilamaya masih menjadi polemik. Banyak pihak yang menentang proyek ini termasuk para pemangku jabatan di pemerintahan itu sendiri. Dalam diskusi yang digelar oleh National Geographic Indonesia, yang bertajuk Tantangan dan Peluang Rencana Pembangunan Pelabuhan Cilamaya, di Jakarta, Selasa (31/3), Kementerian Perhubungan menyatakan dukungannya dengan proyek pelabuhan ini. Disusul dengan pihak GAIKINDO.
Sedangkan Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) masih belum terang-terangan mendukung proyek yang disebut-sebut jadi kunci pertumbuhan perekonomian di Indonesia ini. Sementara pihak Pertamina, Komisi VII DPR dan juga para pengamat berharap pembangunan Pelabuhan Cilamaya ini dikaji ulang, mengingat beberapa dampak negatif yang akan ditimbulkan.
“Cilamaya ini merupakan backup untuk pelabuhan Tanjung Priok. Sebagai alternatif makanya kita siapkan. Ada beberapa kepentingan dalam pembangunan pelabuhan ini, tapi kita harus mementingkan kepentingan nasional, yaitu untuk pertumbuhan ekonomi. Menurut hasil rapat Menko Perekonomian, Kementrian Perhubungan akan membangun Pelabuhan Cilamaya. Tahapan akan dimulai pada 2015 dan mulai operasional tahun 2022. Pendanaan murni dari pihak swasta,” ujar Leon Muhammad, Staf Khusus Bidang Pengembangan Organisasi, Kementerian Perhubungan.
Pihak Pertamina menyatakan ketidaksetujuannya tentang proyek Pelabuhan Cilamaya ini. Selain karena pelabuhan tersebut akan mengganggu operasional kerja Pertamina dalam menyalurkan gas, ada tiga dampak yang harus mendapat sorotan serta pertimbangan dari pemerintah.
“Dampaknya pertama energi pasokan minyak dan gas selama masa kontruksi, masa 4 tahun ini, produksi migas ini akan berhenti. Termasuk yang untuk PLN. Sebagian besar 67 kubik, pitstopnya pabrik. Bahan bakar untuk kilang Balongan, untuk BBM. Dipaksakan untuk lokasi yang diusulkan, fasilitas kami akan dipotong, dipindahkan, bahkan ditutup. Karena proximitynya terlalu dekat. Kapal yang lewat ultra large container ship, yang besar sekali, kalau menyenggol anjungan kami ini luar biasa, termasuk pencemaran lingkungan. Dampak ketiga, di daerah tempat kami banyak potensi, prospek banyak sumber yang belum di eksplorasi dan eksploitasi,” papar Bambang H. Kardono, Direktur Operasi dan Produksi, Pertamina Hulu Energi.
Sementara menurut Satya Yudha, anggota Komisi VII DPR, mengatakan polemik ini harus diselesaikan dengan melibatkan semua pihak.
“Komisi VII dengan Komisi V DPR yang menyangkut infrasturuktur akan mencari dan mengingatkan kepada presiden. Ini bukan ide jelek, hanya secara kebetulan berada pada lokasi yang syarat infratruktur migas. Maka ada baiknya kita duduk bersama untuk mendiskusikan. Justru yang harus didiskusikan, klasifikasi objek vital nasional, apakah pelabuhan ini bisa masuk ke objek vital nasional? Justru inilah letaknya koordinasi. Saya belum melihat koordinasi dari kementerian, dan dari kasus ini kita butuh penengah yaitu negara, siapa negaranya?” tukas Satya.