Kisah Nelayan Thailand yang Diduga Jadi Korban Perbudakan di Maluku

By , Jumat, 3 April 2015 | 21:45 WIB

Thanawuti, seorang nelayan Thailand yang diduga korban perbudakan di Benjina bercerita ia dipaksa bekerja keras untuk menguras berton-ton ikan di perairan Maluku dan sekitarnya. 

Thanawuti termasuk satu dari sekitar 60 nelayan Thailand yang diduga menjadi korban perdagangan manusia dan dipaksa bekerja dalam kondisi sulit oleh perusahaan ikan milik Thailand. 

Selain nelayan Thailand, dugaan korban perdagangan manusia lain termasuk dari Myanmar, Kamboja dan Laos. 

Nelayan muda yang biasa dipanggil Am itu mengatakan apa yang dialaminya sangat berat dan sulit. 

"Bila Anda tanya seberapa sulitnya kondisi di kapal, bagi saya sangat berat dan sulit digambarkan. Pekerjaan ini yang paling sulit bagi saya. Kami bekerja di tengah terik matahari, angin kencang, hujan lebat dan badai," kata Am dalam wawancara yang ditulis di akun Facebook Sompong Srakaew, direktur eksekutif The Seafarers Action Centre (SAC) dan The Labour Rights Promotion Network Foundation (LPN).Am telah bekerja di Benjina selama tiga tahun dan saat ini tengah menanti kepulangan mereka dibantu oleh pemerintah Thailand. 

Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti mengatakan industri perikanan sangat rentan perbudakan dan pemerintah Indonesia tengah melakukan penyelidikan dan membantu pemulangan nelayan dari Myanmar, Kamboja dan Laos. 

"Kami hanya tidur sangat sebentar. Kami bekerja sampai tangkapan kami penuh. Kapal dapat menampung berton-ton ikan. Kami selalu bekerja di seputar Perairan (Teluk) Ambon, dan jaring kami penuh tangkapan dengan sangat cepat." 

Selama bekerja di Benjina, Am mengatakan dia hanya mendengar bahwa kedua orang tuanya meninggal. 

Kuburan warga Thailand 

Am kembali ke Thailand bersama enam nelayan lainnya Rabu (1/4) lalu dan puluhan lainnya juga siap untuk dipulangkan. 

Patima Tungpuchaya, direktur LPN, mengatakan dugaan perdagangan manusia ini bermula pada 1990-an. 

"Pada awalnya mereka diangkut ke perairan di seputar Benjina pada 1990-an. Setelah kontrak satu kapal habis, para nelayan ditinggalkan dan diperjualbelikan ke kapal ikan lain," kata Patima yang berada di Benjina untuk membantu pemulangan nelayan Thailand. 

"Kami menemukan 77 kuburan warga Thailand (di Benjina), mungkin ada lebih dari 77 orang karena satu kuburan mungkin diisi lebih dari satu orang," kata Patima. 

Banyak dari nelayan yang meninggal karena sakit dan juga akibat kerja keras dan dugaan penyiksaan yang mereka alami, tambahnya. 

Ratusan nelayan Myanmar telah diangkut dari Benjina Jumat (03/04) sebelum dipulangkan ke negara.