Dalam rangka liburan paskah, banyak orang berkunjung ke kota Yerusalem, kota yang kental dengan nilai historisnya akan peradaban agama Kristen, Islam dan Yahudi. Sejak dulu, kota ini menjadi magnet bagi para peziarah untuk melakukan perjalanan spiritual.
(Baca juga: Mengapa Yerusalem Penting Bagi Kristen, Islam, dan Yahudi?)
Namun baru-baru ini, dikatakan bahwa kunjungan ke Yerusalem sedikit banyak menjadi penyebab mereka mengalami gangguan psikis yang disebut “Sindrom Yerusalem”, yakni kondisi dimana para pengunjung akan mengalami delusi dan kondisi gangguan kejiwaan lainnya paska mengunjungi kota tersebut.
Mengapa demikian?
Penelitian dilakukan di tahun 2000. Pada saat itu, seorang psikiater dari Isreal meneliti 1.200 orang turis dan mengklaim bahwa mereka mengidap “gejala sindrom Yarusalem” yang parah. Ia lalu mengelompokkan mereka pada tiga kondisi berbeda. Kelompok tipe pertama adalah mereka yang pernah mengalami gejala kegilaan sebelumnya, dan kerap berkhalusinasi tentang diri mereka sebagai salah satu karakter yang ada dalam kitab Injil. Kelompok tipe kedua adalah mereka yang sehat, namun memiliki kecenderungan gangguan kejiwaan. Orang-orang yang dikategorikan ke dalam kelompok ini adalah mereka yang menetap di Yerusalem demi menunggu kemunculan Yesus Kristus.
Kelompok terakhir adalah mereka yang sama sekali sehat, tidak memiliki gangguan kesehatan mental, namun merasakan kondisi psikis yang menggugah kepercayaan seperti yang dialami kelompok kedua.
Namun gejala sindrom Yarusalem dan pengelompokannya itu masih dinilai kurang akurat oleh para psikiater.
Dr. Alan Manevitz, seorang psikiater dari New York mengatakan bahwa gejala psikis tersebut bisa saja terjadi pada mereka yang sedang dalam keadaan tertekan atau stress ketika sedang berkunjung ke tempat dengan lingkungan religius seperti Yerusalem, bukannya disebabkan oleh kota itu sendiri.