Lagi dan lagi, tim penyelamatan Orangutan Information Centre (OIC) terpaksa kembali mengevakuasi satu orangutan Sumatra, di perkebunan dekat Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), tepatnya di Dusun Alur Mentawa, Desa Seumadam, Aceh Tamiang.
Evakuasi ini, kali kedua dalam waktu empat hari. Evakuasi pertama di Desa Kuala Musam, Kecamatan Batang Serangan, Langkat Sumatera Utara, pada Senin (30/3).
Orangutan terjebak di perkebunan, dan tidak bisa kembali ke hutan karena habitat hancur menjadi perkebunan sawit. Orangutan jantan ini diduga berusia antara 30-35 tahun.
Proses evakuasi menggunakan bius ke bagian tubuh tidak berbahaya dibantu masyarakat dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Aceh, Tamiang. Di lokasi ini, tampak perkebunan sawit ribuan hektar ditanam di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).
Ketika penembakan senapan angin, tim penyelamat mempersiapkan jaring cukup besar, guna menampung kala orangutan jatuh dan tak sadarkan diri. Setelah jatuh langsung diperiksa kesehatan oleh tim dokter.
Julius, dokter hewan membantu penyelamatan tim OIC, mengatakan, ketika pemeriksaan tubuh, ditemukan satu peluru di kulit luar orangutan ini. Namun, dianggap tidak membahayakan hingga bisa langsung dilepasliar.
Namun, menuju ke lokasi pelepasliaran sudah larut malam, hingga rilis pada Sabtu (4/04), di KEL, wilayah restorasi Dinas Kehutanan Aceh Tamiang.
Panut Hadisiswoyo, Direktur Yayasan Orangutan Sumatra Lestari-Orangutan Information Centre (OIC), mengatakan, data mereka dari jumlah orangutan hidup di alam, sekitar 2.800-3.000 (40%) di TNGL.
“Angka ini akan turun tajam, jika pemerintah tidak segera mengambil sikap dan tindakan tegas, terhadap pengusaha atau penebang TNGL yang menjadikannya perkebunan sawit.”
OIC mencatat khusus di Langkat dan Aceh Tamiang, ada beberapa bagian di TNGL dirambah dan hancur. Kerusakan kawasan hutan ini, ditaksir lebih 10.000 hektar. Untuk itu, perlu penindakan hukum tegas.
“Hutan hanya untuk hutan, hutan bukan perkebunan sawit. Hutan adalah pertahanan terakhir satwa seperti orangutan.”
Azharuddin, Komandan Pos Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Aceh Tamiang, mengatakan, kerusakan hutan cukup parah karena ulah perkebunan sawit. “Ini sudah sangat menghawatirkan.”
BKSDA, katanya, melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat adat di sekitar hutan untuk menjaga lingkungan.
Selama ini, mereka banyak informasi soal orangutan, harimau, gajah, dan badak, yang muncul ke perkebunan warga. Informasi ini, mereka tindaklanjuti dengan turun ke lokasi, dan evakuasi satwa yang menampakkan diri