Indonesia Terus Kehilangan Gajah Sumatera

By , Minggu, 19 April 2015 | 17:00 WIB

WWF-Indonesia menyesalkan kematian gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang terus berlanjut. Senin lalu (13/4), bangkai gajah ditemukan di Desa Kareung Hampa, Kecamatan Lam Balek, Kabupaten Aceh Barat, Aceh, sekitar 150 meter dari kawasan Perkebunan Sawit PT. Agro Sinergi Nusantara (ASN). Diperkirakan, kondisi gajah yang mengenaskan itu; belalai terlepas dari kepala dan gading hilang, sudah mati seminggu sebelumnya.

Peristiwa ini menambah daftar kelam kematian gajah sumatera. Khusus Aceh, catatan WWF-Indonesia menunjukan sudah 36 individu ditemukan mati sejak 2012. Penyebab utamanya karena racun, sementara beberapa kasus disebabkan terkena setrum atau terjerat di perkebunan sawit. Secara keseluruhan, kematian gajah di seluruh Pulau Sumatera dalam tiga tahun terakhir sekitar 200 individu dari populasinya di alam yang berdasarkan data Forum Gajah Indonesia 2014 sekitar 1.700 individu.

“Jika hukum tidak ditegakkan untuk mencegah pembunuhan dan perburuan, gajah sumatera bisa punah dalam waktu kurang dari 10 tahun,” kata Sunarto, Wildlife Species WWF-Indonesia. “Populasi gajah sumatera menurun drastis. Kami mendesak dan siap mendukung tim penegak hukum untuk segera mengungkap kasus ini agar pihak-pihak terlibat dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya,” lanjutnya.

Menurut Sunarto, kasus-kasus kematian gajah tak lepas dari konflik satwa-manusia (human-wildlife conflict) yang berakar dari berubahnya fungsinya kawasan habitat gajah menjadi perkebunan sawit. “Untuk itu, diperlukan perbaikan sistem menyeluruh dan penataan ulang zonasi perkebunan agar keberadaan perkebunan sawit tidak mengancam habitat satwa liar dilindungi termasuk gajah sumatera,” ujarnya.

“Kami meminta perhatian serius Kementerian Pertanian untuk memastikan usaha perkebunan memenuhi kewajibannya melindungi gajah dan satwa liar lainnya. Bila ada pelanggaran, segera ambil tindakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku” ujar Irwan Gunawan, Strategy Leader-Market Transformation WWF-Indonesia.

WWF-Indonesia sebelumnya telah mendorong upaya penegakan hukum untuk kejahatan satwa liar di Aceh melalui pertemuan yang melibatkan kepolisian, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh dan kejaksaan.

Irwan menjelaskan, kematian gajah ini, sepatutnya digunakan sebagai momentum Pemerintah Aceh dan DPR Aceh (DPRA) untuk menerbitkan dan mengesahkan Qanun Perlindungan Satwa Liar. Qanun ini diharapkan dapat menahan laju kematian satwa liar di Aceh khususnya gajah sumatera yang saat ini sudah masuk dalam kategori kritis dalam daftar merah The International Union for Conservation of Nature (IUCN). Para pelaku juga dapat dijerat dengan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati, dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan atau denda Rp. 200 juta.

Genman Suhefti Hasibuan, Kepala BKSDA Aceh di kesempatan sebelumnya, menuturkan banyaknya kasus pembunuhan gajah di Aceh yang belum terungkap dikarenakan BKSDA Aceh dan kepolisian kesulitan menemukan pelaku. Lokasi kejadian yang jauh dari permukiman menyebabkan sulitnya ditemukan bukti dan saksi mata. “Dari sekian kasus, ada dua kasus yang pelakunya telah divonis dengan hukuman percobaan. Yaitu, kasus Papa Genk di Sampoinet Aceh Jaya 2013 dan pembunuhan gajah di Kaway XVI Aceh Barat 2014,” tegas Genman.