Gempa terparah dalam sejarah Nepal terjadi Sabtu (25/4) pagi kemarin. Dengan kekuatan 7,9 skala Ritcher, gempa ini meluluhlantakkan Nepal dan beberapa tempat di sekitarnya.
Hingga kini, terhitung sudah 2000 orang tewas, dengan 17 orang diantaranya tewas di wilayah gunung Everest. Diduga ada puluhan hingga ratusan orang masih tertimbun longsor dan belum terevakuasi.
Selain di Nepal sendiri, korban juga berjatuhan di India, Tibet dan Bangladesh. Terhitung sebanyak 34 orang di India dan 12 orang di Tibet, juga dua orang warga Tiongkok yang tinggal di perbatasan Nepal-Tiongkok juga menjadi korban jiwa.
Gempa terjadi di siang hari, dengan episentrum sejauh 80 meter dari barat laut kota Katmandu, di daerah dimana US Geological Survey mendefinisikannya sebagai wilayah paling berbahaya di Bumi. Menurut seorang ahli gempa asal Inggris, kesigapan pemerintah dalam menanggulangi risiko bencana gempa di Nepal sangat buruk. Padahal, wilayah Nepal berada di garis pertemuan dua lempeng tektonik yang menyebabkan terbentuknya gunung Himalaya.
Getaran gempa terasa hingga ke Lahore, Pakistan, Lhasa, Tibet, Dhaka dan Bangladesh, kemudian diikuti gempa susulan sebesar 6,6 skala Ritcher.
Kekuatan gempa yang terjadi Sabtu lalu di Nepal 22 kali lebih kuat dari gempa yang melanda Haiti tahun 2010 lalu.
Beberapa bangunan bersejarah di Nepal dibuat rata dengan tanah. Salah satunya, kuil berumur ratusan tahun di kota tua Kathmandu, Dharahara Tower. Kuil itu dibangun pada masa kekaisaran Nepal di tahun 1800an dan tercatat oleh UNESCO sebagai bangunan bersejarah.
Pemerintah Nepal merasa kewalahan dalam menanggulangi korban bencana gempa. Menteri Informasi Nepal sebelumnya sempat meminta bantuan kepada lembaga-lembaga dunia untuk membantu memberikan peralatan medis yang memadai, mengingat rumah sakit yang tidak terkena dampak gempa jumlahnya sedikit dan tenaga medis juga dirasa kurang untuk mengurus pasien.