Tahukah Kalau Pengelolaan Wisata Bahari Kita Dikuasai Asing?

By , Sabtu, 2 Mei 2015 | 15:40 WIB

Berkembangnya wisata bahari di Indonesia tentu menjadi kebanggaan tersendiri. Selain memiliki keindahan alam yang ditawarkan, wisata bahari turut mengundang datangnya para wisatawan nasional maupun mancanegara. Namun, tak banyak yang menyadari kepemilikan usaha di bidang wisata bahari banyak dimiliki oleh pihak asing.

"Tahun 98 itu 100 persen perusahaan Indonesia, sekarang 80 persen perusahaan asing," ungkap konsultan wisata bahari, Christian Fenie, di Jakarta, Kamis (30/4).

Dari hasil penelitian yang sedang dia garap, Fenie menemukan realita bahwa orang lokal terlihat lebih susah dan tidak berdaya sementara perusahaan asing kian menjamur. Mayoritas perusahaan besar dimiliki pihak asing. Sementara, masyarakat lokal cenderung memiliki perusahaan-perusahaan kecil.

"Mungkin ini semacam persaingan, tapi kita tidak punya senjata yang sama. Dari pendidikan, tentu mereka (asing) menang," lanjut Fenie.

Minimnya pendidikan diakui Fenie juga mempengaruhi kebiasaan masyarakat lokal untuk menjual tanah. Menurut dia tak sedikit masyarakat yang terpancing untuk menjual tanah dan bisa jadi menyebabkan eksodus di wilayah mereka. Padahal, sejak kedatangannya ke Indonesia 35 tahun silam, Fenie sudah berpesan pada pemerintah Indonesia untuk menjaga kelestarian alam.

"Jaga kebersihan, selamatkan laut kita, siapkan SDM pariwisata, buka sekolah marine tourism, dan juga perhatikan masyarakat lokal," ungkapnya.

Selain meningkatkan pendidikan, perlu juga diadakan pengarahan kepada masyarakat mengenai hal ini. Sebab, adanya pengarahan dan pendidikan bisa jadi menumbuhkan rasa memiliki bagi masyarakat lokal dan membuat mereka melindungi wilayah mereka sendiri. Selain itu, adanya ekowisata juga bisa membantu perkembangan wisata bahari Indonesia.

"Ecotourism secara internasional naiknya paling cepat, pariwisata biasa naik 2-3 persen, ecotourism naik sampai 10 persen, kita mesti ambil jalan ke situ," pungkas Fenie.