Modus Penyelundupan Burung dalam Botol Bukanlah yang Pertama

By , Rabu, 13 Mei 2015 | 06:45 WIB

Terungkapnya kasus penyelundupan burung Kakaktua Jambul Kuning telah berhasil menyentuh hati masyarakat Indonesia. Hingga hari ini, sudah tercatat lebih dari 20.000 orang yang menandatangani petisi Burung Kakatua Botol di change.org, dan di setiap menit jumlahnya masih terus bertambah.

Tragisnya, kasus penyelundupan burung dengan modus menyembunyikannya ke dalam sebuah botol ini bukanlah yang pertama. Hanom Bashari selaku spesialis konservasi keanekaragaman hewan dan tumbuhan Burung Indonesia menyampaikan bahwa ini adalah modus lama yang biasa dilakukan oleh pelaku kejahatan. “Sudah sejak tahun 2000 modus ini dilakukan, mulai dari botol sampai rompi dada. Semakin tahun, makin beragam modusnya.” Jelasnya pada Konferensi Pers Pokja Kebijakan Konservasi (11/5).

Hanom menambahkan, bahwa tidak hanya Kakatua Jambul Kuning yang penting mendapat perhatian, melainkan juga jenis lain seperti Kakatua Jambul Putih dan Kastuari, “Pasar sangat menyukai ketiga burung itu, sehingga masyarakat sering memburunya.” tambahnya.

Menurut data statistik burung Indonesia di tahun 2008, hanya tersisa 563 ekor Kakatua Jambul Kuning, 11.562 ekor Kakatua Putih (2012), dan 133.106 ekor Kastuari Ternate. Di antara ketiga jenis tersebut, Kakatua Jambul Kuning adalah jenis yang paling sulit mengalami proses reproduksi. “Dalam setahun, seekor Kakatua Jambul Kuning hanya menelurkan dua butir, dan yang selamat paling hanya satu atau tidak sama sekali.” jelas Hanom Bashari.

Selain campur tangan manusia, terdapat kesinambungan antara ekosistem dan populasi burung yang kian menurun. Selain mengedukasi masyarakat tentang pentingnya melindungi burung yang akan segera punah, upaya yang dapat dilakukan bersama adalah menjaga habitat alaminya dari kerusakan. “Wajib menambahkan daftar spesies langka lainnya dalam PP No. 7 Tahun 1999, begitu juga dengan memperluas kawasan daerah yang harus dilindungi.” Tambah Hanom menutup wawancara.