Ikuti Festival Fotografer dan Seniman Lukis di Surabaya

By , Jumat, 15 Mei 2015 | 21:00 WIB

Siapa sih yang tidak menyukai fotografi pada saat ini? Teknologi yang maju pesat telah memudahkan kita untuk melakoni kegiatan menyenangkan itu—yang salah satunya menyebabkan demam foto diri sendiri alias berswafoto.

Kemajuan teknologi juga mendorong perkembangan industri jalan-jalan, mulai dari yang bersifat santai hingga serius macam penjelajahan atau ekspedisi.

Bagi seorang penjelajah, sebuah foto tidak hanya sekadar sebagai kenangan atas kegiatan yang ia lakoni, tetapi sekaligus menjadi salah satu bagian dari dokumentasi ekspedisi. Ada sejumlah catatan yang membuktikan bahwa dunia penjelajah amat lekat dengan fotografi. Itu sebabnya, foto bukan lagi sekadar barang kenangan aktivitas penjelajahan, tetapi sebagai bukti dan dokumentasi mengenai alam yang pernah dijelajahi.

Di negara kita, ada sejumlah nama beken dalam dunia penjelajahan Indonesia yang memilih jalan sebagai "tukang foto keliling" sembari memaknai keindahan Nusantara. Sebutlah, Don Hasman dan Riza Marlon. Di antara mereka, ada beberapa penjelajah yang diketahui cukup mumpuni menghasilkan foto-foto yang baik, seperti Adiseno, Gunawan Ahmad (Ogun), dan Mamay S. Salim.

Don Hasman, yang hingga kini masih aktif menjelajah, tak hanya meninggalkan jejaknya di Tanah Air, tetapi juga mencatatkan diri dalam buku sejarah petualangan Indonesia. Pada 1978, ia bersama rekannya Hadidjojo sanggup mencapai kemah induk Everest di Khumbu Glacier pada ketinggian 6.150 meter. Saat itu, mereka dianggap orang Indonesia pertama yang berdiri di atas 5.800 meter dari permukaan laut.

Tjandra Moh Amin, fotografer yang telah meluncurkan buku The Colour of Sport tampil pada acara Festival Foto Surabaya. (Anwar Sadad/Matanesia)

Nah, kini dengan dibantu teknologi yang semakin memudahkan dan dunia maya yang menyediakan tempat berbagi, juru foto kian tersebar di penjuru negeri. Tak sekadar hobi, ada banyak penggemar yang semakin serius menekuni profesi fotografer profesional.

Para fotografer itu juga menghimpun diri. Mereka melakukan beragam aktivitas yang menunjukkan karya-karya yang telah dihasilkan itu kepada publik. Pada tahun ini, Komunitas Matanesia dan Kopi Jahe Photo Community menggelar Festival Foto Surabaya yang mengangkat tema "Kerja, Kreatif, dan Masa Depan". Festival yang di dalamnya menyajikan beragam aktivitas fotografi, mulai dari diskusi, workshop, seminar, berburu foto hingga pameran. Panitia festival tentu berharap festival ini mampu menjadi ruang alternatif terhadap apresiasi fotografi yang ada di Tanah Air.

Panitia menggelar acara puncak pada 11 - 17 Mei di Ciputra World Surabaya, Jawa Timur, yang di antaranya menyajikan sejumlah diskusi, seminar, dan workshop bersama beragam insan fotografi Indonesia, seperti Dwi Oblo, Peksi Cahyo, Riza Marlon, Kayus Mulia, dan lainnya.

Festival foto ini sesungguhnya bermula pada tujuh tahun lalu, ketika sebuah pameran yang melibatkan seniman lukis dan fotografer terlaksana di Surabaya. Bagi mereka, pameran ini bagaikan memecah kesunyian dialog antara seniman lukis dan juru foto.

Pastinya, fotografi menjadi media komunikasi dan juga catatan atas sebuah peristiwa dapat menjadi kampanye untuk meniupkan semangat kerja, kreatif, dan masa depan bagi siapa saja di negeri ini. Tertarik bergabung?