Hari ini 17 tahun silam, tepat ketika waktu menunjukkan pukul 09.05, Soeharto mengumumkan dirinya mundur dari jabatan Presiden Republik Indonesia.
Presiden Soeharto yang kala itu telah memimpin Indonesia selama 33 tahun, tak mampu melawan berbagai tekanan dari berbagai pihak yang menginginkan dirinya turun dari kursi presiden. Penolakan publik terkait Komite dan Kabinet Reformasi yang ia bentuk pada tanggal 20 Mei 1998 sebagai pemenuhan tuntutan reformasi menjadi salah satu faktor yang mengharuskan Soeharto lengser.
Awal mula kejatuhan Soeharto adalah terjadinya kasus moneter sejak Juli 1997. Kala itu, mata uang Rupiah dan negara-negara di Asia Tenggara merosot tajam, dari 5.000 rupiah perdolar (Desember 1997) menjadi 16.000 rupiah perdolar pada Maret 1998. Dengan lemahnya rupiah, keadaan ekonomi Indonesia lesu.
Di pertengahan Mei 1998, tepatnya tanggal 12 Mei 1998, mahasiswa Indonesia turun ke jalan untuk melakukan demonstrasi, menyerukan enam agenda reformasi yang harus segera dilakukan:
- Adili Soeharto dan kroninya,
- Amandemen UUD 1945,
- Penghapusan dwifungsi ABRI,
- Otonomi daerah seluas-luasnya,
- Supremasi hukum,
- Pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Unjuk rasa itu berujung bentrok dengan aparat, menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti yaitu Hery Hartanto, Elang Mulia Lesmana, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan. Peristiwa itu semakin menyulut amarah rakyat, sehingga kerusuhan selanjutnya terjadi pada 13 dan 14 Mei, di mana rakyat menjarah dan membakar toko-toko dan pusat perbelanjaan di Jakarta.
Pada tanggal 17 Mei, para demonstran yang mayoritas adalah mahasiswa melakukan demonstrasi besar-besaran di gedung DPR/MPR RI, meminta Soeharto melepaskan jabatannya. Hingga dua hari setelahnya, mereka berhasil masuk ke gedung DPR/MPR dan berdialog dengan wakil rakyat.
Rakyat mengharapkan perubahan signifikan di bidang politik, hukum dan ekonomi, menuntun Soeharto untuk mengundang tokoh-tokoh bangsa pada 20 Mei 1998 untuk membentuk Komite Reformasi, komite yang pada akhirnya tak jadi nyata.
Di pagi 21 Mei 1998, Presiden Soeharto di hadapan Mahkamah Agung mengalah demi kepentingan nasional. Ia membacakan pidato berisi pernyataan mundurnya ia sebagai Presiden RI dan menunjuk B.J. Habibie sebagai penggantinya.