Saat gempa bermagnitudo 8 di Sanriku, Jepang, pada tahun 1896 terjadi, sebuah suara menyerupai bom terdengar. Sesaat kemudian, tsunami menghantam wilayah tersebut.
Akira Yoshimura dalam novel berbasis riset Wall of the Ocean mendeskripsikan, "Pada saat yang sama dengan gempa, warga masih terkaget-kaget tak menyadari ada perubahan tiba-tiba di lautan. Tetapi tiba-tiba terdengar suara ledakan di lautan."
"Beberapa menyangka suara itu adalah petir tetapi yang lain menyangkanya sebagai serangan tank. Sejumlah orang mengira bahwa Rusia sedang menyerang Jepang."
"Seseorang yang mendengar suara itu pada pukul 20.20 WIB melihat ke laut dan menyadari adanya bola api yang bergerak menuju pantai. Ia mengatakan, ledakan dan bola api itu dihasilkan oleh dinding air yang sangat tinggi (tsunami)."
Suara ledakan yang terjadi setelah sebuah gempa besar dan sebelum tsunami itu juga pernah didengar oleh warga Aceh ketika bencana 26 Desember 2004.
Geolog George Plafker, Lloyd Cluff, dan Stuart Nishenko, dalam tulisan David P Hill dari United States of Geological Survey (USGS) mengungkapkan bahwa dia mendengar banyak kesaksian tentang adanya suara serupa bom sebelum tsunami Aceh itu.
Apa sebab dari suara bom itu? Belum diketahui pasti. Namun, pakar tektonik Institut Teknologi Bandung, Irwan Meilano, mengatakan, "Ada yang berpendapat, itu akibat pelepasan gas hidrat."
Ada gas metana hidrat di dasar lautan. Ketika aktivitas gempa yang memicu tsunami atau tsunami itu sendiri terjadi, gas metana hidrat itu seperti diganggu. Akibat goyangan, akhirnya gas itu terlepas dan terdengar suara ledakan.
Suara ledakan hanya salah satu yang bisa menyertai gempa besar dan tsunami. Ada fenomena lain yang disebut "cahaya gempa".
Sebelum gempa dahsyat di San Fransisco pada tahun 1906 misalnya, ada cahaya berwarna pelangi yang dijumpai warga. Sebelas hari sebelum gempa Quebec pada tahun 1988, dilaporkan juga ada cahaya misterius berwana ungu.
Friedemann Freund daru Ames Research Center, Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mengatakan, cahaya gempa itu terjadi akibat interaksi gelombang seismik dengan batuan.
Ketika gelombang seismik menabrak batuan basalt dan gabbros, partikel bermuatan akan dilepaskan. Partikel itu kemudian akan bergerak ke permukaan dan akhirnya terlepas, disertai dengan semacam ledakan cahaya.
Kepada National Geographic, 7 Januari 2014, Freund mengungkapkan bahwa cahaya itu bisa dipakai untuk mewaspadai gempa.
"Jika kita melihat dua, tiga, atau empat fenomena itu, maka mungkin gempa akan datang. Jika cahaya gempa itu teramati, mari berhati-hati," katanya. Namun Bruce Presgrave dari USGS mengungkapkan, "Cahaya gempa mungkin takkan begitu membantu untuk prediksi karena laporannya tidak sesering yang diduga."
Ada banyak suara misterius lain di Bumi, diantaranya hum dan suara gemuruh atau dentuman sebelum gempa terjadi.