Tanpa Kita Sadari, Kita Berubah Saat Merasa Diawasi

By , Jumat, 5 Juni 2015 | 12:00 WIB

Media sosial mengajarkan kita untuk selalu berhati-hati ketika menulis pesan, komentar, foto, atau video di dunia maya.

Itu karena orang lain bisa melihat dan membaca pesan dan foto tersebut dan sudah menjadi rahasia umum bahwa pihak-pihak yang berkepentingan -misalnya perusahaan atau universitas- akan melihat "kepribadian" kita berdasarkan tulisan, pesan, komentar, dan bahkan foto yang kita unggah ke Facebook, Twitter, Path, LinkedIn, atau blog kita.

Karena alasan itu, banyak orang yang kemudian menghapus foto-foto di Facebook ketika sedang mengikuti wawancara kerja, dengan harapan foto-foto yang dianggap memalukan tidak akan dilihat oleh calon bos atau calon manajer.

Tindakan menghapus foto atau komentar—baik kita sadari maupun tidak—bukan hal yang baru. Maksudnya, bukan sesuatu yang terjadi di era internet.

Bahkan jauh sebelum era digital menguasai kehidupan kita, kita juga cenderung berubah ketika kita merasa ada yang mengawasi kita.

Ingin bukti?

Apakah Anda merasa harus bertindak lebih sopan ketika ada orang lain di sekitar kita, sementara kita akan cenderung "lebih kurang ajar" ketika kita sendirian?

Bahkan ketika keberadaan orang lain yang mengawasi kita diganti dengan simbol-simbol lain, kita juga cenderung bertingkah laku lebih baik atau lebih sopan.

Kajian ilmiah mendukung asumsi tersebut.

Pada 1976 satu tim ilmuwan melakukan penelitian yang melibatkan lebih dari 360 anak.

Yang menarik, anak-anak ini tidak tahu sama sekali bahwa mereka menjadi peserta penelitian.

Tim peneliti, yang kesemuanya adalah psikolog, sengaja memilih malam Halloween untuk melakukan kajian.

Mereka berada di 18 rumah yang berbeda dan menyiapkan permen dan coklat untuk anak-anak yang malam itu mengetok rumah satu per satu untuk meminta gula-gula tersebut.

Para psikolog mempersilakan anak-anak untuk masuk ke rumah dan mengatakan kepada mereka untuk mengambil permen atau coklat di mangkuk besar yang telah disediakan.

Di satu ruang, anak-anak ini dibiarkan sendirian.

Komponen utama penelitian ini adalah cermin di ruangan tersebut.

Hipotesis tim psikolog adalah, anak-anak cenderung untuk tidak mengambil permen di luar jumlah wajar, jika mereka melihat bayangan mereka sendiri pada cermin di ruangan.

Dan itulah kesimpulan dari eksperimen ini.

!break!

Ketika dihadapkan pada bayangan mereka sendiri—bahkan ketika mengenakan topeng atau kostum aneh yang biasa dipakai pada perayaan Halloween—anak-anak cenderung bertindak lebih sopan.Merasa dipelototi

Penelitian lain memperkuat asumsi tersebut.

Satu tim ilmuwan dari Universitas Newcastle di Inggris menyimpulkan poster dengan desain sepasang mata yang tengah menatap tajam, bisa mengurangi angka pencurian sepeda di kompleks universitas.

Mereka melalukan penelitian di tiga tempat, yang berdasarkan data kasus kejahatan universitas, adalah yang paling rawan.

Di tiga tempat inilah sepeda sering hilang.

Tim peneliti memasang poster dengan desain sepasang mata dan tulisan "wahai para pencuri sepeda, kami mengawasi kalian".

Ada pula logo kepolisian Newcastle di poster ini.

Ternyata poster ini berhasil mengurangi angka pencurian sepeda hingga 62% di tiga lokasi rawan tersebut.

Sayangnya, penurunan tajam di tiga lokasi ini dibarengi dengan kenaikan angka pencurian sepeda di beberapa tempat lain di kompleks universitas.

Dari sini para peneliti mengatakan, jelas bahwa "perasaan merasa diawasi" adalah alat pencegahan yang efektif.

Untuk memperkuat kesimpulan mereka, tim peneliti melakukan kajian lain, bukan soal pencurian sepeda melainkan soal banyaknya sampah yang dibuang sembarangan di tiga tempat tersebut.

Mereka ingin tahu apakah ini bisa mencegah orang membuang sampah sembarangan di kompleks universitas.

Tim peneliti mengikatkan selebaran ke setang sepeda dengan menggunakan gelang karet.

Di tempat ini tim peneliti juga menempatkan sampah dalam jumlah relatif banyak, dengan harapan para pemilik sepeda akan melepas selebaran dan membuangnya begitu saja, bukan menempatkannya ke tong sampah.

Ternyata poster tersebut masih efektif. Para pemilik sepeda tidak membuang sampah sembarangan, besar kemungkinan karena mereka merasa diawasi.

Perubahan perilaku akibat merasa diawasi sepertinya hanya ada pada manusia.

!break!

Belum lama ini para ilmuwan dari Universitas Newcastle bekerja sama dengan ilmuwan dari Institut Max Planck untuk Kajian Antropologi Evolusioner melakukan penelitian dengan melibatkan simpanse di Zambia.

Otot mengatasi otak? Seekor simpanse memanjat cabang. Foto: Michael Poliza, National Geographic Creative.

Binatang ini diberi kacang -salah satu makanan paling mewah bagi mereka- dan dipasang pula gambar sepasang mata simpanse yang tengah menatap tajam.

Kita tahu bahwa dalam masyarakat simpanse dikenal sistem hierarki.

Tim peneliti beranggapan simpanse-simpanse yang secara sosial "berada di tingkat bawah" atau "yang lebih tidak dominan" akan mengalah atau mencari makanan lain seperti wortel.

Tim peneliti juga memperkirakan, simpanse-simpanse "kelas atas" akan menjadi yang pertama mengambil kacang, yang ditempatkan di dekat poster.

Ternyata, para simpanse ini tidak mempedulikan poster tersebut.

Kajian lain memperkuat kesimpulan ini karena pada kelompok simpanse lain, mereka tidak peduli meski ditempatkan simpanse "pengawas".

Simpanse dalam banyak hal meniru perilaku manusia. Gerakan mata mereka juga sangat mirip dengan kita.

Jadi, simpanse sebenarnya tahu bahwa mereka sedang diawasi, tapi mereka tidak peduli.

Sebaliknya, manusia sangat memperhatikan kehadiran pihak ketiga.

Kita bisa mengubah perilaku atau tindakan ketika merasa ada kehadiran orang lain, bahkan ketika orang lain ini hanya sebatas foto atau poster.